Komisi Yudisial (KY) merupakan lembaga negara yang diharapkan mampu memperbaiki citra lembaga peradilan sesuai tuntutan reformasi Tahun 1998 yang mengemuka saat itu. Maksud awal (original intent) pembentukan KY disandarkan kepada keprihatinan mandalam mengenai kondisi peradilan yang muram dan ketakutan masyarakat akan praktik korupsi peradilan serta keinginan masyarakat agar kekuasaan kehakiman yang dilaksanakan oleh Mahkamah Agung (MA) dan badan-badan peradilan dibawahnya benar-benar merupakan kekuasaan kehakiman yang merdeka, independent, dan bebas dari intervensi manapun.
KY diatur dengan undang-undang tersendiri sebagaimana amanat Pasal 24B ayat (4) UUD NRI Tahun 1945 bahwa “Susunan, kedudukan, dan keanggotaan Komisi Yudisial diatur dengan Undang-undang”. Pada Agustus 2004, dibentuklah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial yang kemudian diubah dengan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2004 tentang Komisi Yudisial (UU KY).
UU KY terdiri atas 7 (tujuh) Bab dan 49 (empat puluh sembilan) pasal. Undang-undang ini mengatur secara rinci mengenai wewenang dan tugas KY yaitu mengusulkan pengangkatan Hakim Agung dan wewenang lain dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim. Adapun hakim yang dimaksud adalah Hakim Agung dan hakim pada badan peradilan di semua lingkungan peradilan yang berada di bawah MA, sebagaimana dimaksud dalam UUD NRI Tahun 1945. Berkaitan dengan wewenang tersebut, dalam undang-undang ini juga diatur mengenai pengangkatan dan pemberhentian Anggota KY; syarat-syarat untuk diangkat menjadi Anggota KY yang harus mempunyai pengetahuan dan pengalaman di bidang hukum serta memiliki integritas dan kepribadian yang tidak tercela; penentuan secara tegas mengenai jumlah keanggotaan KY; pengangkatan dan pemberhentian Anggota KY oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI); larangan rangkap jabatan bagi Anggota KY; pencantuman Kode Etik dan/atau Pedoman Perilaku Hakim sebagai pedoman KY dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim; panitia seleksi untuk mempersiapkan Anggota KY; permintaan bantuan oleh KY kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan dalam hal adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh hakim; pemanggilan paksa sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan terhadap saksi yang tidak memenuhi panggilan 3 (tiga) kali berturut-turut; penjatuhan sanksi baik ringan, sedang, maupun berat, kecuali pemberhentian tetap tidak dengan hormat dilakukan oleh MA atas usul KY.
UU KY yang telah berlaku lebih dari 16 (enam belas) tahun mengamanatkan beberapa peraturan pelaksanaan dan telah diterbitkan. Disamping itu ada pula peraturan pelaksana yang diterbitkan namun tidak diamanatkan langsung oleh UU KY.
Adapun analisis dan evaluasi difokuskan pada 3 (tiga) peraturan pelaksanaan UU KY, yaitu Peraturan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor 02/PB/MA/IX/2012 - 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Peraturan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor 03/PB/MA/IX/2012 - 03/PB/P.KY/09/2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Bersama (Peraturan Bersama MA KY tentang Tata Cara Pemeriksaan Bersama), dan Peraturan Komisi Yudisial No. 3 Tahun 2018 tentang Tata Cara Pemilihan Pimpinan (PKY No.3 Tahun 2018), karena ketiga peraturan pelaksanaan tersebut dinilai belum dapat melaksanakan ketentuan Pasal yang mendelegasikannya.