• Letak geografis Indonesia
mengandung resiko bencana yang
cukup tinggi dengan sekitar 89
persen selisih kerugian ekonomi
akibat bencana alam tak tertutupi
setiap tahunnya hingga tahun 2018.
• Tahun 2021 APBN telah
menyiapkan anggaran penanganan
bencana sebesar Rp11,5 triliun,
yang dialokasikan melalui
Kementerian dan Lembaga (K/L)
sebesar Rp3,5 triliun, dan non-K/L,
yaitu dana cadangan bencana serta
cadangan pooling fund bencana
(PFB) sebesar Rp8 triliun.
• Perlindungan terhadap Barang
Milik Negara (BMN) dan Barang
Milik Daerah (BMD) merupakan
salah satu prioritas pemerintah
dengan total nilai aset negara yang
tersebar di Indonesia maupun luar
negeri adalah Rp5.949,59 triliun.
• PFB adalah sebuah skema
mengumpulkan, mengakumulasi
dan menyalurkan dana khusus
bencana oleh sebuah lembaga
pengelola dana yang masih dalam
tahap penyusunan di kementerian
Keuangan.
• Obesitas dapat memicu penyakit
katastropik yang mengancam
keselamatan jiwa masyarakat,
seperti penyakit jantung koroner,
stroke, diabetes melitus, kanker dan
hipertensi.
• Prevalensi obesitas pada penduduk
usia 18 tahun keatas dijadikan
sebagai salah satu indikator
prioritas yang tercantum di dalam
RPJMN 2015-2019, dan menjadi
sasaran prioritas di dalam RPJMN
2020-2024.
• Meningkatnya indikator prevalensi
obesitas pada penduduk usia 18
tahun ke atas dari 15 persen di
tahun 2015 menjadi 21,8 persen di
tahun 2018 akan berdampak pada
besarnya pembiayaan kesehatan,
dalam hal ini adalah program
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
yang diorganisir oleh BPJS
Kesehatan.
• Berdasarkan data BPJS Kesehatan,
pada periode Januari sampai
dengan Desember 2019, total biaya
yang dikeluarkan oleh BPJS untuk
membiayai penyakit katastropik
sebesar Rp20,28 triliun dengan
total kasus sebanyak 19,99 juta.
Link and Match Antara Vokasi dan Dunia Usaha Dunia Industri
Vol. I / - Maret 2021
• TPT lulusan SMK dari Agustus 2018
– Agustus 2020 menyumbang angka
TPT terbesar berdasarkan tingkat
pendidikan. Angka TPT yang tinggi
menunjukkan rendahnya
penyerapan tenaga kerja lulusan
SMK di pasar tenaga kerja.
• Kuantitas SMK tidak menjamin
lulusan SMK terserap di DUDI. Hal ini
dikarenakan adanya mismatch
antara pendidikan vokasi dan
kebutuhan pasar tenaga kerja dan
lambatnya pendidikan vokasi
merespon karakteristik DUDI yang
dinamis.
• Program link and match antara
pendidikan vokasi dan DUDI akan
memiliki kinerja optimal jika
pendidikan vokasi, pemerintah, dan
DUDI bersinergi secara simultan dan
memiliki komitmen tinggi pada
program tersebut. Perlu suatu
roadmap yang dikembangkan
bersama antara pendidikan vokasi,
pemerintah, dan DUDI agar dapat
merespon sisi demand di DUDI dan
sekaligus memperbaiki sisi supply di
pendidikan vokasi.