Buku Tim

Pembangunan Sosial: Wacana, Implementasi dan Pengalaman Empirik - 2010

Penulis : Mohammad Teja, S.Sos., M.Si.

Isu :
Setiap detik sekitar empat anak lahir di dunia ini, hanya saja tempat dimana mereka lahir bagaikan undian, kita tidak pernah akan tahu dimana mereka lahir, siapa orang tua mereka, di negara mana mereka akan dibesarkan, apakah mereka beruntung mendapatkan orang tua yang dapat mencukupi kebutuhan pertumbuhannya secara finansial dan psikisnya, bahkan di negara mana ia akan lahir, apakan negara kaya, maju, miskin berkembang, demokrasi dan otoriter. Ketersediaan sarana kesehatan, tunjangan kesejahteraan dari pemerintah, pendidikan terjangkau akan diterima oleh anak yang lahir di negara-negara maju, tetapi ada juga yang tidak seberuntung itu, anak yang lahir dalam kondisi kelaparan, kurang gizi, kepala keluarga berpenghasilan rendah, konflik sosial sering terjadi akan menemani anak tumbuh sampai ia dewasa. Persoalan ini menjadi bertambah sulit disaat pemerintah dan parlemennya tidak menempatkan persoalan anak menjadi prioritas utama sebagai indikator penting kemajuan bangsa ke depan.

Penulis : Teddy Prasetiawan, S.T., M.T.

Isu :
Indonesia memiliki karakteristik geografis dan geologis yang sangat rentan terhadap perubahan iklim, yakni sebagai negara kepulauan yang memiliki ±17.500 pulau kecil, memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km, daerah pantai yang luas dan besarnya populasi penduduk yang tinggal di daerah pesisir, memiliki hutan yang luas namun sekaligus menghadapi ancaman kerusakan hutan, rentan terhadap bencana alam dan kejadian cuaca ekstrim, memiliki tingkat polusi yang tinggi di daerah urban, memiliki ekosistem yang rapuh (fragile) seperti area pegunungan dan lahan gambut, kegiatan ekonomi yang masih sangat tergantung pada bahan bakar fosil dan produk hutan, serta memiliki kesulitan untuk alih bahan bakar ke bahan bakar alternatif. Perubahan iklim juga telah mengubah pola presipitasi dan evaporasi sehingga berpotensi menimbulkan banjir di beberapa lokasi dan kekeringan di lokasi yang lain. Hal ini sangat mengancam berbagai bidang mata pencaharian di tanah air, terutama pertanian dan perikanan.

Penulis : Dr. Achmad Muchaddam F., S.Ag., M.A.

Isu :
Kematian tokoh-tokoh utama terorisme di Indonesia seperti Azahari, Noordin M. Top, dan Dulmatin, tidak secara otomatis diikuti oleh kematian terorisme itu sendiri. Hal ini terlihat pada terjadinya penembakan dan penangkapan tersangka teroris oleh Densus 88 di beberapa wilayah seperti Cawang (Jakarta), Cikampek (Kerawang), Sukoharjo (Jawa Tengah), pada tanggal 12-13 Mei 2010. Sebelumnya pada bulan Maret 2010, Densus 88 juga berhasil menangkap puluhan orang yang telah melakukan pelatihan aksi teror di Aceh. Fenomena terorisme di Indonesia perlu penangan secara serius, jika tidak, di masa depan, fenomena ini masih akan menjadi masalah yang dihadapi oleh Pemerintah dalam upaya menciptakan kehidupan yang damai bagi seluruh lapisan masyarakat.

Penulis : Anih Sri Suryani, S.Si., M.T.

Isu :
Sampah merupakan masalah besar perkotaan, baik di negara berkembang maupun di negara maju. Berbagai permasalahan yang terkait dengan sampah antara lain: semakin sulitnya memperoleh lahan baru untuk dijadikan tempat pembuangan sampah, meningkatnya polusi yang berasal dari sampah dan dari proses pengolahan dan pembuangan sampah, penipisan sumber-sumber alam akibat pembuangan, serta dibutuhkannya biaya yang besar dalam pengelolaan sampah. Masalah sampah perkotaan tidak terbatas pada kota-kota itu sendiri, tetapi juga berpengaruh sangat besar terhadap daerah sekelilingnya, ketika timbul tuntutan akan keperluan wilayah yang lebih luas untuk mengatasi luapan sampah. Pencarian solusi membawa kepada keberhasilan menetapkan sebuah masyarakat yang berorientasi pada sistem daur ulang, yang memungkinkan cara-cara yang tepat membatasi meningkatnya produksi sampah.

Penulis : Sulis Winurini, S.Psi., M.Psi.

Isu :
Persoalan yang dihadapi oleh generasi muda Indonesia saat ini telah jauh berbeda dibandingkan dengan periode-periode sebelumnya karena tantangannya sangat kompleks. Kemudahan akses informasi dan pengaruh globalisasi telah menyebabkan banyaknya generasi muda mengalami internasionalisasi nilai-nilai sosial dan budaya. Akibatnya, solidaritas sosial dan semangat kebangsaan yang berkaitan dengan kepentingan dan nilai-nilai nasional, sering berada pada prioritas yang rendah. Banyak pemuda menjadi tidak peduli dengan masalah yang terjadi di sekitarnya, baik dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Penulis : Dinar Wahyuni, S.Sos., M.Si.

Isu :
Indonesia dikenal sebagai bangsa yang pluralis dari berbagai segi. Dari segi keagamaan terdapat enam agama yang resmi diakui, yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu serta aliran-aliran kepercayaan yang tersebar di seluruh wilayah. Masing-masing membawa ajaran dan tradisi agamanya. Di luar itu muncul pula aliran-aliran yang sebagian berkembang dari agama. Sebut saja ajaran Lia Aminuddin pemimpin kelompok Eden, Ahmadiyah, Ahmad Mushadieq dengan ajaran Al-Qiyadah Al-Islamiyah yang merupakan aliran yang lahir dari agama Islam. Bahkan di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur berkembang aliran-aliran kepercayaan yang dipengaruhi tradisi Jawa Hindu. Namun sampai sekarang aliran-aliran kepercayaan ini belum mendapat pengakuan sebagai sebuah agama yang berdiri sendiri. Pendefinisian agama resmi dan tidak resmi sudah berlangsung sejak jaman orde baru. Saat itu pemerintah orde baru menegaskan larangan untuk melakukan penafsiran atau kegiatan yang menyimpang dari pokok-pokok ajaran agama. Kelompok yang menjadi korban dari kebijakan itu adalah penganut aliran kepercayaan.

Penulis : Tri Rini Puji Lestari, S.K.M., M.Kes.

Isu :
Hubungan antara RS selaku produsen jasa pelayanan kesehatan dengan pasien selaku konsumen sangat berbeda dibandingkan dengan hubungan antara produsen dengan konsumen diluar bidang kesehatan. Hal ini dikarenakan jalinan hubungan antara pasien sebagai konsumen dengan RS sebagai produsen pelayanan kesehatan memiliki beberapa ciri yang khas dari pelayanan kesehatan yang sangat spesifik yang tidak dimiliki oleh bidang lain. Dengan demikian, tidak jarang terjadi penyalahgunaan hak pasien oleh pihak RS.

Penulis : Rahmi Yuningsih, S.K.M., M.K.M.

Isu :
Di Indonesia, kesehatan merupakan hak asasi manusia sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang menyatakan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Kesehatan merupakan keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Menikmati standar atau derajat yang paling tinggi dalam kesehatan merupakan hak asasi manusia yang harus dihormati.


Peran Subsidi Terhadap Perekonomian Indonesia - 2010

Penulis : Dr. Ari Mulianta Ginting, S.E., M.S.E.

Isu :
Dengan pendekatan yang sifatnya kuantitatif, tulisan ini memfokuskan pada isu subsidi energi dan non-energi terhadap pertumbuhan ekonomi. Dengan teknik analisa regresinya, penulis mendapati hasil bahwa subsidi energi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap pertumbuhan eko¬nomi. Sebaliknya, subsidi energi berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

Penulis : Eka Budiyanti, S.Si., M.S.E.

Isu :
Penulis memusatkan pada isu rendahnya penyerapan fasilitas pajak yang ditanggung pemerintah dan alternatif solusinya. Penulis mendapati sejumlah faktor yang menyebabkan rendahnya penyerapan anggaran subsidi pajak ini, yakni aspek administra¬tif, kriteria atau penilaian terhadap penerima, dan aspek teknis-birokratis. Dalam konteks perbaikan pelaksanaan kebijakan ke depan, pemusatan pada penyelesaian faktor-faktor di atas menjadi sesuatu yang patut dipertimbang¬kan pemerintah.

Penulis : Edmira Rivani, S.Si., M.Stat.

Isu :
Kajiannya akan memusatkan pada isu signifikansi subsidi listrik ke depan tidak hanya dari aspek disain kebijakan tetapi juga kelompok sasaran. Penulis menyimpulkan bahwa subsidi listrik di Indonesia masih diperlukan khususnya bagi masyarakat yang kurang mampu dan mereka yang tinggal di daerah-daerah terpencil. Dalam rangka kesinambungan listrik, penguatan kebijakan subsidi silang antar-pelanggan, kebijakan kenaikan tarif listrik seharusnya disesuaikan secara bertahap.

Penulis : Dr. Rasbin, S.TP., M.S.E.

Isu :
Tulisan ini menyoroti membanjirnya produk-produk dari luar negeri terutama produk-produk asal Cina pasca-pemberlakukan perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China (CAFTA). Penulis menyimpulkan bahwa Indonesia merupakan negara anggota ASEAN yang tidak memiliki kesiapan dalam menghadapi pemberlakuan CAFTA. Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan daya saing produk Indonesia, kebijakan subsidi perlu diagendakan khususnya pada sektor usaha mikro, kecil dan menengah, sektor yang telah terbukti relatif tidak rentan terhadap krisis ekonomi global.

Penulis : Lisnawati, S.Si., M.S.E.

Isu :
Fokus tulisan ini berkaitan dengan isu manfaat nyata subsidi pupuk dan sejauh mana masalah distribusi pupuk di daerah serta dampaknya bagi distribusi pendapatan petani apabila subsidi pupuk dikurangi. Penulis menyimpulkan bahwa Penghapusan subsidi secara langsung akan menyebabkan peningkatan beban ongkos produksi yang cukup besar bagi petani kecil, situasi yang pada gilirannya akan berpengaruh terhadap tingkat produksi secara umum. Namun demikian, kebijakan subsidi dalam bidang ini perlu dievaluasi sebagaimana terlihat secara sosiologis bahwa peningkatan pendapatan terbesar petani bukan dari sektor pertanian sehingga terdapat korelasi yang lemah antara penyaluran subsidi pupuk dengan upaya peningkatan kesejahteraan petani secara umum.

Penulis : Rafika Sari, S.E., M.S.E.

Isu :
Penulis memfokuskan pada persoalan rendahnya penyerapan subsidi perumahan selama ini dan dampak yang mungkin timbul akibat adanya perubahan skema subsidi perumahan yang dilansir pemerintah. Penulis menyimpulkan bahwa Penyerapan subsidi perumahan di Indonesia selama kurun waktu 2008-2010 masih rendah. Faktor yang menyebabkan rendahnya penyerapan subsidi perumahan tersebut adalah krisis global, turunnya tingkat suku bunga yang berlaku, dan meningkatnya jumlah perumahan swadaya masyarakat dan pemerintah daerah. Diperkenalkannya skema baru, dikenal sebagai Fasilitas Likuditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) juga menimbulkan polemik di berbagai pihak, baik dari masyarakat berpenghasilan rendah dan para pengembang. Oleh karena itu, penguatan koordinasi dan kerja sama antar-pemangku kepentingan dan penegakan hukum menjadi pekerjaan rumah pemerintah ke depan.

Penulis : Sony Hendra Permana, S.E., M.S.E.

Isu :
Dalam kajiannya, penulis menyimpulkan bahwa meskipun penyaluran bantuan langsung tunai (BLT) secara umum telah berjalan baik, sejumlah kendala masih dapat ditemui, seperti persoalan administrasi, teknis dan pendataan penerima BLT. Dengan demikian, sebagai saran penulis menyampaikan sejumlah rekomendasi terkait dengan penyelesaian penentuan kriteria keluarga miskin dan perlu dipertimbangkannya kompensasi yang berbeda di setiap daerah.


Politik Hukum Pembentukan Undang-Undang - 2010

Penulis : Prianter Jaya Hairi, S.H., LLM.

Isu :
Salah satu agenda reformasi peradilan Indonesia adalah dibentuknya Komisi Yudisial Republik Indonesia (KY). Lembaga ini dilengkapi dengan 2 (dua) kewenangan besar, yaitu kewenangan melakukan suatu pengawasan eksternal terhadap hakim dan kewenangan mengusulkan pengangkatan hakim agung. Posisi KY ini sangat strategis dalam rangka penguatan pengawasan terhadap pengadilan, meskipun ada independensi hakim, namun perilaku hakim tetap saja dapat diawasi oleh KY. Kewenangan pengawasan dimaksudkan agar terjaganya kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, serta untuk memastikan agar independensi hakim tidak disalahgunakan.

Penulis : Monika Suhayati, S.H., M.H.

Isu :
UU ITE merupakan legal policy (kebijakan hukum) terkait pemanfaatan informasi dan transaksi elektronik dalam rangka melaksanakan tujuan nasional sebagaimana terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Ketentuan mengenai penyadapan diatur dalam Pasal 31 UU ITE, yang sebelumnya telah diatur dalam UU Telekomunikasi dan UU HAM. Dilihat dari segi politik hukum, pengaturan kembali penyadapan dalam UU ITE merupakan legal policy Pemerintah dalam rangka pembaruan terhadap materi hukum yang berlaku agar sesuai dengan kebutuhan dimana teknologi informasi, khususnya teknologi penyadapan, yang berkembang semakin pesat dan dapat disalahgunakan melanggar hak pribadi atas kerahasiaan melakukan percakapan, sehingga dirasakan perlu untuk mengklasifikasikan penyadapan sebagai perbuatan yang dilarang dalam UU ITE dan memberikan ancaman pidana apabila terjadi pelanggaran.

Penulis : Marfuatul Latifah, S.H.I., LL.M.

Isu :
Dalam UU PDRE terdapat pembangunan hukum dengan mengatur ketentuan pidana bagi pelaku diskriminasi atas dasar ras dan etnis. Keputusan kriminalisasi dilakukan dengan menuangkan ketentuan pidana bagi pelaku diskriminasi ras dan etnis dalam UU PDRE, kemudian dalam UU PDRE terdapat pengalokasian SDM yang ada di Komnas HAM sehingga tidak perlu membentuk lembaga baru yang artinya merupakan penghematan terhadap APBN Indonesia. Pengaruh sosial yang timbul setelah dilakukannya kriminalisasi dalam UU PDRE adalah berkurangnya diskriminasi khususnya dalam bentuk peraturan perundang-undangan. Hampir tidak ada lagi Peraturan perundang- undangan yang dibentuk dan disahkan pasca UU PDRE berlaku yang bersifat diskriminatif terhadap etnis tertentu.

Penulis : Trias Palupi Kurnianingrum, S.H., M.H.

Isu :
Transplantasi organ tubuh hanya dapat dilakukan untuk upaya penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan yang dilakukan hanya untuk tujuan kemanusiaan dan dilarang untuk dikomersialkan2. Namun karena besarnya permintaan akan hal tersebut, dan pasien dalam posisi tawar karena kondisi sakitnya maka hargapun melambung tinggi untuk setiap organ tubuh yang dibutuhkan. Hal inilah yang kemudian mendorong banyak orang untuk menjual ginjalnya atau organ tubuh mereka hingga ratusan juta rupiah, sehingga secara tidak langsung telah menempatkan industri penjualan organ tubuh menjadi bisnis yang cukup menjanjikan, dimana sasarannya adalah orang-orang tidak mampu, yang rela menjual organnya demi uang.


Politik Hukum Pembentukan Undang-Undang (Buku I) - 2010

Penulis : Prianter Jaya Hairi, S.H., LLM.

Isu :
Pasca Putusan MK Nomor Nomor 005/PUU-IV/2006, KY kehilangan kewenangan pengawasannya. Baru setelah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung, KY kembali memiliki kewenangan pengawasan terhadap hakim, yaitu Hakim Agung dan dan hakim-hakim yang berada di bawah pengawasan MA, sedangkan hakim MK tetap tidak dapat diawasi oleh KY. Politik hukum pembentukan KY telah dilakukan dengan model strategi pembangunan responsif dan sebenarnya telah menghasilkan produk hukum yang berkarakter responsif pula.

Penulis : Monika Suhayati, S.H., M.H.

Isu :
Kajian ini telah memberikan pemaparan UU ITE, khususnya pengaturan mengenai penyadapan, sebagai hukum yang responsif dalam proses pembentukannya. Sebagai hukum yang bersifat responsif, UU ITE harus senantiasa menyesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi dalam masyarakat berkaitan dengan perlu adanya pengaturan mengenai tata cara penyadapan. Terkait dengan hal ini, Penulis melihat Pasal 31 ayat (4) UU ITE sudah tidak lagi bersifat responsif sehingga perlu dilakukan amandemen terhadap ketentuan tersebut.

Penulis : Marfuatul Latifah, S.H.I., LL.M.

Isu :
Politik hukum dari UU PDRE dapat dilihat dari keputusan DPR RI untuk membentuk UU PDRE yang mengatur mengenai upaya penghapusan tindakan diskriminasi ras dan etnis secara tegas. Maka dapat diketahui bahwa UU PDRE merupakan garis kebijakan resmi yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam melakukan perlindungan bagi warga negaranya terutama untuk kelompok ras dan etnis.

Penulis : Trias Palupi Kurnianingrum, S.H., M.H.

Isu :
Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 telah memenuhi dua indikator karakteristik produk hukum responsif yang dicetuskan oleh Philippe Nonet dan juga Philip Selznick, yaitu: proses pembentukan yang partisipatif dan juga fungsi hukum aspiratif. Namun Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tidak memenuhi indikator ketiga,dikarenakan undang-undang tersebut memberikan ruang kepada pemerintah untuk melakukan penafsiran, dalam hal ini Pasal 65 ayat (3).


Politik Hukum Pembentukan Undang-Undang (Buku II) - 2010

Penulis : Sulasi Rongiyati, S.H., M.H.

Isu :
Substansi UU KUP yang secara umum menunjukan sifat responsif dengan mengedepankan kesetaraan antara wajib pajak dan fiskus perlu ditindaklanjuti dengan pengawasan pelaksanaan perpajakan oleh lembaga-lembaga yang berwenang, khususnya KPP yang memiliki mandat untuk melakukan pengawasan terhadap aparat pajak, menampung pengaduan dari wajib pajak terkait pelaksanaan tugas aparat pajak, serta memberi rekomendasi atau saran kepada Menteri Keuangan untuk perbaikan pelaksanaan tugas instansi Perpajakan, dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk itu dalam menjalankan tugasnya KPP dituntut bersifat independen.

Penulis : Denico Doly, S.H., M.Kn.

Isu :
Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial diharapkan adanya perselisihanantara pekerja dengan pengusaha dapat diselesaikan dengan jalan yang cepat, tepat, murah dan adil. Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial diharapkan untuk dapat diselesaikan dengan cara diluar pengadilan, sehingga terciptanya suasana musyawarah mufatak sehingga perselisiahan dapat dilakukan dengan cara yang adil, sehingga dapat menjadikan hubungan yang harmonis antara pekerja dengan majikan.

Penulis : Luthvi Febryka Nola, S.H., M.Kn.

Isu :
Ketentuan jaminan dalam UURG telah memenuhi dua indikator dari karakteristik produk hukum responsif yaitu proses pembentukan yang partisipatif dan fungsi hukum yang aspiratif. Namun ada satu indikator yang tidak terpenuhi yaitu UURG sangat membuka kesempatan pada pemerintah untuk melakukan penafsiran.

Penulis : Dian Cahyaningrum, S.H.. M.H.

Isu :
Penanaman modal berperan penting untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan mendatangkan banyak manfaat. Untuk itu Indonesia terus berupaya meningkatkan penanaman modal, yaitu dengan menciptakan iklim investasi yang kondusif diantaranya dengan membentuk UU Penanaman Modal yang baru yaitu UU No. 25 Tahun 2007 yang mulai berlaku pada tanggal 26 April 2007. UU ini dimaksudkan untuk menggantikan UU No. 1 Tahun 1967 dan UU No. 6 Tahun 1968 yang sudah tidak sesuai lagi dengan tantangan dan kebutuhan untuk mempercepat perkembangan perekonomian nasional.

Penulis : Shanti Dwi Kartika, S.H., M.Kn.

Isu :
Politik hukum perbankan syariah merupakan politik perundang-undangan di bidang ekonomi yang bersifat responsif. Proses politik hukumnya menghasilkan produk hukum responsif karena negara merespon aspirasi masyarakat mengenai pengaturan perbankan syariah yang terpisah dari UU Perbankan dalam sistem hukum nasional, yang dijalankan melalui mekanisme legislasi sebagai bentuk intervensi negara dalam regulasi, dengan melibatkan partisipasi dan aspirasi semua elemen masyarakat yang bersinergi dengan pemerintah dan DPR sehingga melahirkan legal policy berupa UU Perbankan Syariah sebagai produk hukum responsif.

Penulis : Harris Yonatan Parmahan Sibuea, S.H., M.Kn.

Isu :
Politik Hukum dari pembentukan UUJN dapat terlihat dari proses pembahasan berlangsung dengan dinamika pemikiran, saling keterbukaan dalam mendiskusikan berbagai pemikiran yang berkembang, penuh kearifan dalam mencari penyelesaian setiap masalah krusial yang dihadapi, serta cermat dalam mengkaji dan menyempurnakan setiap substansi pengaturan dalam RUU Jabatan Notaris sehingga UUJN merupakan pembaruan di bidang kenotariatan secara komprehensif sebagai produk hukum yang sesuai dengan perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat.

Penulis : Novianti, S.H., M.H.

Isu :
Setelah adanya Undang-Undang No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika, terjadi perubahan politk hukum kebijakan narkotika di Indonesia, melalui UU Narkotika yang baru ini telah dilakukan penambahan materi yang selama ini belum diatur di dalam UU yang lama (UU No.22 tahun 1997), baik menyangkut Narkotikanya itu sendiri, maupun mengenai lembaga yang mempunyai wewenang untuk melakukan pencegahan terhadap penyalahgunaan Narkoba.


Politik Pemilukada 2010 - 2010

Penulis : Aryojati Ardipandanto, S.IP., M.Sos

Isu :
Khusus pada Pemilukada Kabupaten Indragiri Hulu, faktor demokrasi yang cukup terganggu dalam konteks penyelenggaraan Pemilukada di Kabupaten Indragiri Hulu adalah faktor good governance dalam pemerintahan. Kasus korupsi yang terjadi pada masa Tahun Anggaran 2009 oleh oknum aparat birokrasi Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu menyebabkan Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu terlalu berhati-hati dalam mengeluarkan ”dana talangan” sebagai upaya membantu penyelenggara Pemilukada – dalam hal ini KPU Kabupaten Indragiri Hulu – untuk menyukseskan Pemilukada Kabupaten Indragiri Hulu Tahun 2010. Hal ini sangat menyulitkan upaya KPU Kabupaten Indragiri Hulu dalam menyelenggarakan Pemilukada.

Penulis : Drs. Ahmad Budiman, M.Pd.

Isu :
Keberhasilan penyebarluasan informasi mengenai urgensi pelaksanaan pemilukada, setidaknya dapat dijadikan salah satu indikator bagi tumbuh dan berkembangnya iklim demokratisasi di suatu daerah yang secara khusus diwujudkan melalui pelaksanaan pemilukada. Untuk memperlancar proses demokratisasi yang sedang berjalan saat ini, tentu membutuhkan komunikasi politik sebagai instrumen untuk melakukan transaksi pesan yang sarat dengan aspirasi, harapan dan keinginan antara rakyat dengan para calon pemimpin yang akan mengendalikan roda pemerintahan ke depan.

Penulis : Debora Sanur Lindawaty, S.Sos., M.Si.

Isu :
Para pasangan calon juga memanfaatkan media semaksimal mungkin guna menjelaskan program-program yang diusung dan demi membentuk opini publik yang positif guna mendapatkan suara para pemilih. Walau, sering juga ditemui munculnya ketidakberimbangan dalam menyampaikan berita yang dilakukan wartawan tim sukses salah satu pasangan calon. Karena media massa sangat mungkin dimiliki partai penguasa, partai oposisi, pengusaha, atau kelompok kepentingan tertentu sehingga menjadi corong pemiliknya. Pendekatan melalui elit stake holder di daerah, juga dilakukan meskipun tokoh masyarakat lebih bersikap tidak memaksakan konstituennya, untuk dipilih. Elit adatnya menjadi satu. Lembaga adat mengambil posisi netral, siapapun yang terpilih, sesudah pasangan calon ditetapkan, kalau ada dukungan hanya bersifat individual.

Penulis : Dewi Sendhikasari Dharmaningtias, S.IP., MPA

Isu :
Good governance atau tata kepemerintahan yang baik, tidak terlepas dari pengaruh arus demokratisasi yang melanda dunia, yang berefek pada timbulnya kesadaran akan keterbatasan kelembagaan formal pemerintahan dalam menjamin pemenuhan tuntutan masyarakat yang kian kompleks dan kritis. Pada intinya perspektif ini �menekankan perubahan atas paradigma pembangunan yang semula lebih berpusat pada government (badan-badan yang menjalankan pemerintahan) beralih ke governance (proses interaksi kepemerintahan yang melibatkan unsur-unsur di luar struktur pemerintahan secara sinergis).


logo

Hubungi Kami

  • Gedung Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI Lantai 7, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270
  • 021 5715 730
  • bkd@dpr.go.id

Menu

  • Beranda
  • Tentang
  • Kegiatan
  • Produk
  • Publikasi
  • Media

Sosial Media

  • Twitter
  • Facebook
  • Instagram
  • Linkedin
  • YouTube
support_agent
phone
mail_outline
chat