Isu :
Kelembagaan LLAJ ini berangkat dari kekuasaan negara dan ada tanggung jawab negara dalam LLAJ. Oleh karena itu, implementasi kelembagaan LLAJ ini berbanding lurus dengan fungsi pemerintahan, baik fungsi pengaturan, fungsi pelayanan, maupun fungsi pemberdayaan. Kelembagaan LLAJ ini berada dalam suatu sistem hukum, sehingga dalam kelembagaan ini dilihat dari aspek hukumnya dan lembaganya. Kelembagaan LLAJ ini mempunyai UU LLAJ sebagai insfrastruktur kelembagaan dengan norma-norma di dalamnya sebagai substansi hukum. UU LLAJ juga melakukan penataan kelembagaan dengan membedakan lembaga pemegang peran (role occupant) yang dilaksanakan oleh pembina LLAJ dan lembaga pelaksana (implementing agensy) oleh penyelenggaran LLAJ yang didukung oleh forum LLAJ, serta memiliki mekanisme kelembagaan berupa pembinaan, penyelenggaraan, dan forum koordinasi. Implementasi kelembagaan LLAJ secara umum sudah dilaksanakan oleh para pemangku kepentingan dalam UU LLAJ tersebut, yaitu lima pilar kelembagaan, unsur tetrahelix, dan forum LLAJ. Namun, dalam implementasi tersebut masih ditemui permasalahan. Implementasi kelembagaan LLAJ secara hukum menunjukkan ada kekosongan hukum sebagai dampak dari belum terlaksananya pendelegasian pengaturan secara keseluruhan, terjadi dishamonisasi antar-norma baik dalam UU LLAJ, maupun secara vertikal dan horizontal, terjadi tumpang-tindih pengaturan, dan UU LLAJ sudah tidak sesuai dengan perubahan sosial dalam masyarakat. Permasalahan implementatif tersebut juga ditemui dalam implementasi kelembagaan LLAJ dari aspek lembaganya meskipun UU LLAJ telah mengatur secara jelas adanya penataan kelembagaan dan mekanisme kelembagaannya. Pelaksanaan kelembagaan LLAJ secara lembaga menunjukkan belum terintegrasi dan terkoordinasi secara optimal, sehingga masih terjadi tumpang-tindih kewenangan dan lemahnya penegakan hukum.
Untuk mewujudkan kelembagaan LLAJ tersebut, diperlukan kerja sama antar-pemegang kekuasaan negara dan menangguhkan ego-sektoral masing-masing kementerian/lembaga sehingga keempat fungsi negara dan ketiga fungsi pemerintahan dapat berjalan secara dinamis untuk mewujudkan tujuan negaara dalam sub-urusan lalu lintas dan angkutan jalan. Penataan regulasi harus segera dilakukan oleh DPR dengan pembentukan hukum (law making process) untuk memperbarui UU LLAJ, serta melakukan evaluasi terhadap undang- undang yang terkait dengan UU LLAJ. Pemerintah juga harus segera melakukan perubahan terhadap peraturan pelaksanaan dari UU LLAJ serta pembentukan peraturan perundang-undangan untuk melaksanakan pendelegasian pengaturan UU LLAJ yang belum terwujud dan segera melakukan redesign kelembagaan LLAJ secara institusi.
Isu :
Preservasi jalan nasional di Provinsi Jawa Timur dilaksanakan oleh BBPJN VIII Surabaya. Penanganan pemeliharaan, rehabilitasi, dan rekonstruksi jalan nasional di Provinsi Jawa Timur telah dianggarkan di APBD Provinsi Jawa Timur tahun 2019 dalam masing-masing Paket Preservasi yang di dalamnya terdapat pekerjaan pemeliharaan, rehabilitasi, dan rekonstruksi. Permasalahan yang dihadapi dalam hal pemeliharaan, rehabilitasi, dan rekonstruksi jalan nasional di Provinsi Jawa Timur, yaitu database kondisi jalan belum akurat, umur rencana tidak dapat diprediksi dengan akurat, SDM yang kurang memadai, dan pemahaman SDM yang rendah terhadap jenis dan permasalahan kerusakan jalan. Adapun preservasi jalan nasional di Provinsi Sumatera Utara dilakukan oleh BBPJN lI Medan. BBPJN lI Medan sudah menerapkan pola preservasi dengan penanganan sistem long segment diperluas. Permasalahan dalam pelaksanaan preservasi jalan nasional di Provinsi Sumatera Utara yaitu kurangnya pendanaan preservasi jalan nasional.
Keterbatasan pendanaan preservasi jalan nasional dialami di Provinsi Jawa Timur dan Provinsi Sumatera Utara. Dalam hal kekurangan anggaran preservasi jalan, UU tentang LLAJ telah mengatur mengenai Dana Preservasi jalan yang digunakan khusus untuk kegiatan pemeliharaan, rehabilitasi, dan rekonstruksi Jalan. Namun, berdasarkan hasil penelitian, ketentuan mengenai Dana Preservasi Jalan dan Unit Pengelola Dana Preservasi Jalan dalam UU tentang LLAJ hingga saat ini belum dapat diimplementasikan dan karenanya unit pengelola Dana Preservasi Jalan belum dibentuk hingga saat ini. Hal ini dikarenakan sumber Dana Preservasi Jalan dimaksud dalam ketentuan ini merupakan penerimaan yang menjadi hak negara yang harus dimasukkan dalam APBN berdasarkan Pasal 3 ayat (5) UU Keuangan Negara. Demikian pula, penerimaan yang menjadi hak daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dimasukkan dalam APBD berdasarkan Pasal 3 ayat (6) UU Keuangan Negara.
Berkaitan dengan hal tersebut, Pemerintah perlu mendorong pelaksanaan ketentuan Dana Preservasi Jalan dan unit pengelola Dana Preservasi Jalan yang telah diatur dalam UU tentang LLAJ demi mengatasi permasalahan kekurangan pembiayaan preservasi jalan baik berupa pemeliharaan, rehabilitasi, maupun rekonstruksi jalan.
Isu :
Pemanfaatan teknologi informasi telah menjadi kebutuhan dalam sistem transportasi publik. Kondisi ini perlu didukung dengan penguatan peran pemerintah dalam pengembangan transportasi publik serta upaya penguatan peran transportasi publik. Dengan demikian, untuk memenuhi kebutuhan mobilitas dan aksestabilitas masyarakat, sistem angkutan publik di kawasaan perkotaan sudah seharusnya berbasis pada teknologi informasi dan komunikasi. Saat ini selain angkutan taksi, penggunaan teknologi informasi dan komunikasi juga dimanfaatkan oleh perusahaan penyedia aplikasi untuk mengoperasikan layanan transportasi berbasis aplikasi online.
Ketiadaan regulasi transportasi berbasis aplikasi online, khususnya dalam UU tentang LLAJ berimplikasi pada masalah perizinan penyelenggaraan transportasi berbasis aplikasi online serta pengaturan mengenai hak dan kewajiban para pihak, yaitu konsumen pengguna dan penyedia jasa layanan transportasi berbasis aplikasi online. Hasil penelitian lapangan menunjukkan dukungan terhadap perlunya perizinan untuk transportasi berbasis aplikasi online.
Perbedaan standar persyaratan penyelenggaran transportasi online baik secara administrasi maupun teknis dengan transportasi umum konvensioanl menyebabkan standar jaminan keselamatan dalam penggunaan transportasi online belum dapat dipenuhi baik oleh pengemudi transportasi online maupun penyelenggara aplikasi.
Pengaturan transportasi online dalam peraturan perundang- undangan yang memiliki daya laku hukum yang setara dengan pengaturan transportasi umum lainnya, sudah menjadi suatu kebutuhan. Mengingat keberadaan transportasi online sebagai suatu fenomena sosial yang tidak bisa dipungkiri dan dibutuhkan keberadaannya oleh masyarakat. Dalam hal ini peraturan perundang- undangan dimaksudkan sebagai sarana ketertiban atau pedoman perilaku bagi masyarakat yang terlibat dalam penyelenggaraan transportasi online. Regulasi transportasi online juga akan berfungsi sebagai instrumen pembangunan karena dapat menggerakkan sumber daya untuk mencapai suatu tujuan, yaitu kesejahteraan masyarakat.
Isu :
Pelanggaran ODOL di Indonesia telah berada pada situasi yang mengkhawatirkan sehingga membutuhkan penanggulangan secara menyeluruh dari hulu sampai hilir. Penanggulangan tersebut dapat menggunakan jalur penal dan nonpenal. Dari hasil kajian dikatahui bahwa penanggulangan melalui jalur penal khususnya dalam penegakan hukum, dapat dilihat dari unsur yang mempengaruhi penegakan hukum itu sendiri, yaitu ketentuan hukum yang berlaku, struktur hukum, dan budaya hukum. Jika dilihat dari ketentuan yang ada dalam UU LLAJ, sudah cukup komprehensif dalam mengatur mengenai dimensi dan batasan beban dalam pengangkutan. Selain itu, UU LLAJ juga sudah memisahkan mengenai kejahatan dan pelanggaran dalam ketentuan di dalamnya. Lebih lanjut UU LLAJ UU tentang LLAJ juga sudah mengklasifikasikan korporasi sebagai pelaku pelanggaran ODOL yang dapat dikenai ancaman pidana pembekuan dan/atau pencabutan dan denda yang besar, dan pidana pembekuan status perusahaan atau pencabutan izin perusahaan. Namun dalam praktik, terobosan pidana tersebut hampir tidak pernah dilaksanakan, khususnya di 2 (dua) daerah yang menjadi objek penelitian.
Penanggulangan pelanggaran ODOL juga harus menempuh jalur nonpenal, karena jalur penal terbukti tidak cukup sebagai sarana penanggulangan. Direktorat Jenderal Hubungan darat telah merencanakan beberapa upaya yang menjadi bagian dari jalur nonpenal penanggulangan ODOL. Upaya yang dimaksud adalah penyebaran edukasi atas bahaya pelanggaran ODOL dan kerugian yang ditimbulkannya terhadap pihak yang terkait dalam pelanggaran ODOL, upaya revitalisasi jembatan timbang, dan upaya pemecahan konsetrasi pengiriman barang melalui moda transportasi darat. Upaya tersebut sampai saat ini belum berjalan maksimal, sebab masih belum dituangkan dalam sebuat peraturan hukum yang mengikat dan berlaku di seluruh indonesia. Oleh sebab itu pemerintah harus memperbaiki ketentuan terkait dengan upaya nonpenal dalam penanggulangan ODOL di Indonesia.
Isu :
Dengan aset yang sangat besar, BUMN berpeluang menjadi perusahaan yang tidak hanya jago kandang, tapi juga harus menembus dan berkompetisi dalam dunia internasional. Melihat peluang tersebut, maka yang harus dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan kinerja BUMN adalah (a) menempatkan right man in right place dalam posisi direksi dan komisaris, khususnya pengalaman dalam berbisnis berskala internasional dan berwarganegara Indonesia; dan (b) memiliki sejenis Komite Kebijakan Publik, yang memeriksa semua kebijakan publik termasuk di dalamnya mengkritisi kontrak kebijakan internasional dan sengketa investasi internasional untuk mengatasi kendala eksternal dalam menembus persaingan internasional.
Isu :
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengembangkan potensi industri makanan dan minuman halal, di antaranya mempermudah mendapatkan sertifikasi halal, integrasi dengan produsen, memperkuat peran perbankan syariah, digitalisasi usaha industri, serta produk makanan dan minuman halal berorientasi ekspor. Selain upaya tersebut, sinergi antara pemerintah, perbankan, LPPOM MUI, dan pengusaha juga sangat dibutuhkan dalam mendukung pengembangan potensi industri makanan dan minuman halal di Indonesia.
Isu :
Bagian kedua menyangkut diskursus konseptual kontribusi
sektor logistik terhadap makroekonomi, perkembangan kebijakan
logistik nasional, jaringan sistim logistik nasional, dan harmonisasi
kebijakan logistik. Bagian ini ditulis oleh Ariesy Tri Mauleny dengan
cara memberikan pertanyaan kritis yang ditujukan untuk mengkaji
sejauh mana kebijakan sektor logistik nasional efektif mengatasi tantangan geografis dan menurunkan biaya logistik antar daerah.
Kemudian, pilihan penguatan strategis apa yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan kinerja logistik dan bagaimana pula ekosistem
logistik nasional dapat diwujudkan sehingga mampu mendongkrak
perekonomian yang maju dan berdaya saing.
Isu :
Bagian ketiga membahas pembangunan dan permasalahan
infrastruktur transportasi logistik. Pembahasan hal ini dinilai penting
oleh Ahmad Sani Alhusain tidak hanya karena transportasi logistik
merupakan salah satu program strategis nasional, melainkan juga
karena hal ini menjadi tulang punggung pergerakan arus barang yang
dapat menjangkau rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke, dari
Miangas sampai Pulau Rote. Dalam bagian ini didiskusikan antara lain
konsep logistik, transportasi, dan moda transportasi logistik. Selain
itu juga dijelaskan program pembangunan yang telah dan masih
dikerjakan oleh pemerintah dalam mendukung transportasi logistik.
Bagian ini ditutup dengan memberikan catatan permasalahan yang
menjadi pekerjaan rumah untuk meningkatkan kinerja transportasi
logistik
Isu :
Sony Hendra Permana dalam tulisannya di bagian kelima
lebih melihat pentingnya perbaikan logistik di lingkup UMKM. Hal
ini tidak lain karena pelaku usaha dan sumberdaya manusia yang
terlibat di sektor ini sangat dominan. Menurutnya, dukungan logistik
ekspres dapat membantu pelaku usaha UMKM meningkatkan
produktivitas, perluasan lapangan kerja, dan pertumbuhan ekonomi.
Logistik ekspres ini dinilai memiliki kontribusi yang signifikan dalam
mendukung pengembangan sektor UMKM di Indonesia
Isu :
Bagian keenam menyoroti pentingnya memajukan logistik
yang berwawasan lingkungan. Pengembangan logistik hijau atau
logistik berwawasan lingkungan ini diangkat Masyithah Aulia
Adhiem atas kenyataan kondisi kerusakan lingkungan yang ada
saat ini. Dengan kenyataan tersebut, konsep berkelanjutan menjadi
bentuk kebutuhan baru di mana dengan menerapkan sistem logistik
berkelanjutan perusahaan akan memiliki nilai tambah baik dalam
menjaga nilai keberlanjutan usaha maupun dalam memberikan
kontribusi perekonomian. Beberapa contoh kondisi lingkungan yang
terdampak oleh kegiatan logistik antara lain adalah pencemaran
udara akibat aktivitas transportasi, dan juga limbah akibat produksi
dan inventori yang tidak optimal.
Isu :
Bagian ketujuh merupakan bagian yang unik. Dikatakan unik
karena topik yang dibahas terkait dengan upaya pengembangan
logistik halal di Indonesia. Alasan Nidya Waras Sayekti mengangkat
pentingnya logistik halal karena produk dan jasa halal bukan hanya
sebagai kebutuhan tapi sudah menjadi gaya hidup (halal life style)
dan bahkan sudah menjadi tuntutan pasar dan terus berkembang
Isu :
Pembahasan ini dijelaskan Lisnawati antara lain karena
dengan adanya penjelasan kondisi dan perkembangan sektor logistik
dalam pandemi Covid-19, berbagai pelajaran dan pengetahuan dapat
dipetik untuk perumusan upaya memajukan logistik Indonesia baik
pada dalam era pandemi Covid-19 maupun sesudahnya. Apalagi
dampak pandemi Covid-19 telah meluluhlantakkan segmen Business
to Business (B2B) hingga 80 persen. Secara lebih spesifik, bagian ini
membahas bagaimana dampak pandemi Covid-19 terhadap sektor
logistik dan bagaimana penataan logistik yang harus dilakukan
pemerintah agar sektor ini tidak terlalu terdampak akibat pandemi
Covid-19 dan perubahan apa yang harus dilakukan oleh perusahaan
agar dapat menyesuaikan dengan kondisi yang ada
Isu :
Kinerja pariwisata Indonesia perlu terus dikembangkan untuk
mampu merespons permintaan layanan jasa pariwisata nasional dan
global, mengingat potensi destinasi pariwisata Indonesia yang dimiliki
sangat banyak dan beraneka ragam. Indonesia sejatinya memiliki
potensi besar untuk menjadi pusat pariwisata halal pada skala global
karena didukung dengan keindahan alam, keragaman budaya dan
populasi muslim terbesar di dunia.
Isu :
Indonesia memiliki populasi penduduk muslim terbesar
di dunia dan potensi pengembangan wisata halal yang melimpah.
Potensi tersebut telah direalisasikan sehingga Indonesia meraih
penghargaan “World’s Best Halal Travel Destination” versi GMTI 2019.
Pengembangan wisata halal di berbagai daerah juga terus digalakkan.
Destinasi wisata halal regional di Indonesia yang meraih penghargaan
“Best Halal Travel Destination” dari 10 destinasi yang dinilai dengan
versi Indonesia Muslim Travel Index 2019 dimenangkan oleh Lombok.
Isu :
Kota Yogyakarta memiliki banyak potensi wisata, antara lain
sebagai wisata belanja, wisata kuliner, wisata alam, juga wisata budaya.
Potensi daya tarik wisata halal di Kota Yogyakarta cukup besar antara
lain adalah wisata sejarah, wisata museum, dan objek wisata lain.
Kota Yogyakarta pada umumnya sudah menjadi destinasi pariwisata
halal yang bersifat moslem friendly, namun masih besar peluang untuk
ditingkatkan pada level yang prima.
Isu :
Pariwisata telah menjadi industri yang berkembang dan
memberikan dampak positif yang signifikan bagi perkembangan
perekonomian Provinsi Bali. Sejak mulai berkembangnya sektor
pariwisata yang didukung sepenuhnya oleh budaya masyarakat yang
kaya akan nilai-nilai keunikan, sampai saat ini Bali dikenal secara luas
dengan pariwisata budayanya. Kabupaten Karangasem sebagai salah
satu kabupaten di Bali, juga memiliki potensi pariwisata budaya yang
besar, termasuk di lokasi wisata muslim. Potensi ini di masa mendatang
perlu dikelola secara profesional dengan tidak mengabaikan aspirasi
masyarakat termasuk nilai-nilai budaya yang hidup dan berkembang
di dalamnya.
Isu :
Untuk mewujudkan kelembagaan LLAJ tersebut, diperlukan
kerja sama antar-pemegang kekuasaan negara dan menangguhkan
ego-sektoral masing-masing kementerian/lembaga sehingga keempat
fungsi negara dan ketiga fungsi pemerintahan dapat berjalan secara
dinamis untuk mewujudkan tujuan negaara dalam sub-urusan lalu
lintas dan angkutan jalan. Penataan regulasi harus segera dilakukan
oleh DPR dengan pembentukan hukum (law making process) untuk
memperbarui UU LLAJ, serta melakukan evaluasi terhadap undangundang
yang terkait dengan UU LLAJ. Pemerintah juga harus segera
melakukan perubahan terhadap peraturan pelaksanaan dari UU
LLAJ serta pembentukan peraturan perundang-undangan untuk
melaksanakan pendelegasian pengaturan UU LLAJ yang belum
terwujud dan segera melakukan redesign kelembagaan LLAJ secara
institusi.
Isu :
Preservasi jalan nasional di Provinsi Jawa Timur dilaksanakan
oleh BBPJN VIII Surabaya. Penanganan pemeliharaan, rehabilitasi, dan
rekonstruksi jalan nasional di Provinsi Jawa Timur telah dianggarkan
di APBD Provinsi Jawa Timur tahun 2019 dalam masing-masing
Paket Preservasi yang di dalamnya terdapat pekerjaan pemeliharaan,
rehabilitasi, dan rekonstruksi. Permasalahan yang dihadapi dalam hal
pemeliharaan, rehabilitasi, dan rekonstruksi jalan nasional di Provinsi
Jawa Timur, yaitu database kondisi jalan belum akurat, umur rencana
tidak dapat diprediksi dengan akurat, SDM yang kurang memadai,
dan pemahaman SDM yang rendah terhadap jenis dan permasalahan
kerusakan jalan. Adapun preservasi jalan nasional di Provinsi
Sumatera Utara dilakukan oleh BBPJN lI Medan. BBPJN lI Medan sudah
menerapkan pola preservasi dengan penanganan sistem long segment
diperluas. Permasalahan dalam pelaksanaan preservasi jalan nasional
di Provinsi Sumatera Utara yaitu kurangnya pendanaan preservasi
jalan nasional.
Isu :
Ketiadaan regulasi transportasi berbasis aplikasi online,
khususnya dalam UU tentang LLAJ berimplikasi pada masalah
perizinan penyelenggaraan transportasi berbasis aplikasi online serta
pengaturan mengenai hak dan kewajiban para pihak, yaitu konsumen
pengguna dan penyedia jasa layanan transportasi berbasis aplikasi
online. Hasil penelitian lapangan menunjukkan dukungan terhadap
perlunya perizinan untuk transportasi berbasis aplikasi online.
Isu :
Penanggulangan pelanggaran ODOL juga harus menempuh
jalur nonpenal, karena jalur penal terbukti tidak cukup sebagai
sarana penanggulangan. Direktorat Jenderal Hubungan darat telah
merencanakan beberapa upaya yang menjadi bagian dari jalur
nonpenal penanggulangan ODOL. Upaya yang dimaksud adalah penyebaran edukasi atas bahaya pelanggaran ODOL dan kerugian
yang ditimbulkannya terhadap pihak yang terkait dalam pelanggaran
ODOL, upaya revitalisasi jembatan timbang, dan upaya pemecahan
konsetrasi pengiriman barang melalui moda transportasi darat. Upaya
tersebut sampai saat ini belum berjalan maksimal, sebab masih belum
dituangkan dalam sebuat peraturan hukum yang mengikat dan berlaku
di seluruh indonesia. Oleh sebab itu pemerintah harus memperbaiki
ketentuan terkait dengan upaya nonpenal dalam penanggulangan
ODOL di Indonesia.
Isu :
Tulisan ini memperlihatkan bahwa berdirinya Mal Pelayanan Publik, sebagai salah satu inovasi dalam pelayanan publik dipengaruhi oleh faktor komitmen pemimpin dalam hal ini kepala daerah untuk terus meningkatkan kualitas pelayanan publik di daerahnya. Hadirnya Mal Pelayanan Publik memperlihatkan adanya inovasi dan kreativitas pemerintah dalam mengembangkan pelayanan publik di daerah. Kehadiran Mal Pelayanan Publik juga mengindikasikan adanya pemerintahan yang baik, yang ditandai dengan transparansi dan akutanbilitas dalam penyelenggaraan pelayanan publik.
Isu :
Tulisan ini dilatarbelakangi perdebatan apakah pemerintah desa dapat menyelenggarakan pelayanan publik. Dalam tulisan ini, Debora menjelaskan bahwa desa sebagai unit organisasi pemerintah yang berhadapan langsung dengan masyarakat memiliki peranan yang sangat strategis, khususnya dalam pelaksanaan tugas di bidang pelayanan publik. Hal ini dapat dilihat juga dalam regulasi yang mengatur tentang desa, disebutkan bahwa UU Desa hadir dimaksudkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat desa sekaligus untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik yang baik bagi masyarakat desa.
Isu :
Peran pelabuhan menjadi penting ketika transportasi laut dan penyeberangan menjadi moda penghubung di Indonesia yang digunakan oleh lebih dari 90 persen perdagangan domestik dan internasional. Lahirnya semangat Nawacita patut diapresiasi positif sebagai upaya untuk mengembalikan dan memperkuat jati diri Indonesia sebagai negara poros maritim dunia, salah satunya melalui pengembangan pelabuhan. Dengan keterbatasan APBN dalam pembiayaan infrastruktur, pemerintah mengarahkan kebijakan pelabuhan nasional untuk mendorong partisipasi (investasi) swasta sekaligus mendorong persaingan usaha untuk menciptakan efisiensi.
Isu :
Kinerja sektor logistik yang buruk yang tercermin dari tingginya biaya logistik, berimplikasi pada rendahnya daya saing Indonesia. Kondisi ini di antaranya disebabkan oleh rendahnya kualitas infrastruktur pelabuhan serta belum efektif dan efisiennya layanan yang diberikan pelabuhan dalam menunjang aktivitas logistik. Padahal sebagai negara kepulauan, Indonesia seharusnya menjadi yang terdepan dalam bidang kepelabuhanan. Sislognas yang diharapkan dapat membenahi permasalahan di sektor logistik termasuk di pelabuhan ternyata belum berdampak signifikan terhadap peningkatan kinerja sektor logistik, karena implementasinya yang tidak optimal.
Isu :
Permasalahan yang dihadapi terkait tarif jasa pelabuhan menjadi salah satu hambatan dalam meningkatkan daya saing usaha di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari masih banyaknya pengusaha yang mengeluh tentang tarif jasa pelabuhan yang masih tinggi dan tidak sesuai dengan perkembangan yang ada.
Isu :
Bagian buku ini menyoroti tentang “Pengelolaan Sumber Daya Alam untuk Sustainable Development”, yang ditulis oleh Venti Eka Satya. Kajian ini menunjukkan bahwa Negara Indonesia memiliki potensi sumber daya alam (SDA) yang sangat besar; baik dari segi jenis maupun jumlahnya. SDA memiliki peran sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia karena memiliki kontribusi yang dominan terhadap struktur perekonomian Indonesia dan pada masanya dulu pernah menjadi sumber pendapatan utama negara.
Isu :
Bagian ini mengulas tentang “Potensi dan Kontribusi Barang Milik Negara terhadap Penerimaan Negara”, yang ditulis oleh Edmira Rivani. Penulis membahas tentang dinamika pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (BMN) terkait dengan prospektifnya terhadap penerimaan negara/daerah melalui program-program penyewaan dan kerja sama pemanfaatan; baik BMN di dalam negeri maupun luar negeri yang harus diperlakukan secara khusus. Pada saat ini, optimalisasi penerimaan negara melalui pemanfaatan BMN belum menjadi perhatian utama kementerian/lembaga.
Isu :
Tulisan ini menunjukkan bahwa Indonesia adalah salah satu negara dengan kekayaan akan Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah, baik sumber daya alam hayati maupun sumber daya alam non hayati. Sumber daya alam dari sektor pertambangan dipercaya menjadi salah satu sumber penerimaan bagi sumber pembiayaan pembangunan daerah dan peningkatan kesejahteraan masyarakat khususnya bagi Pemerintahan Daerah, yang diberikan oleh pemerintah melalui program Dana bagi Hasil (DBH).
Isu :
Bagian terakhir dari buku ini membahas tentang isu terkini yaitu “Covid-19 dan Kinerja Ekspor Indonesia”. Penelitian ini ditulis oleh Rasbin dan menjadi menarik, mengingat defisit yang terus-menerus terjadi selama ini (selepas runtuhnya bonanza oil di Indonesia) di dalam neraca perdagangan Indonesia. Wabah Covid-19 telah mempengaruhi perekonomian suatu negara di berbagai sektor bahkan termasuk juga sektor tatanan sosial kemasyarakatan dengan hadirnya tatanan new normal life (seperti: pemakaian masker, kebersihan tangan setiap saat, dan physical and social distancing. Kebiasaan baru tersebut tentu mempengaruhi produktivitas tenaga kerja dan daya saing produk yang dihasilkan dan pada akhirnya mempengaruhi kinerja ekspor suatu negara.
Isu :
Pilkada Serentak 2020, yang harus diperhatikan adalah faktor
mempertahankan kualitas demokrasi di tengah-tengah masa
Pandemi Covid-19. Kualitas demokrasi tergantung pada tiga aspek
utama. Pertama, Pemilih yang bisa menggunakan hak pilihnya;
Kedua, Peserta Pilkada yang mendapatkan ruang politiknya; dan
ketiga, Penyelenggara Pilkada yang menjamin teknis tahapan dan
hasil sesuai dengan landasan pemilihan yang demokratis. Optimisme
penting dijaga untuk tetap dilaksanakannya Pilkada serentak di
270 daerah yang bukan tidak mungkin bagi Indonesia untuk meraih
sukses proses penyelenggaraannya, sebagaimana acuan Korea Selatan
yang menjadi salah satu negara yang sukses menyelenggarakan pemilu
anggota legislatifnya dimasa pandemik Covid 19 dutahun 2020.
Isu :
Buku ini menyoroti persoalan
terkait kemungkinan hambatan dalam menyelenggarakan Pilkada
dimasa pandemi Covid 19 yang bisa berjalan kondusif dan rawan
bagi terjadinya penyalahgunaan kewenangan. Bukan hanya di
tingkat penyelenggara yang bisa terjebak pada potensi pelanggaran, tetapi juga bagi pengambil kebijakan dan pihak berwenang birokrasi
di daerah yang sangat beresiko terhadap perangkap penyalagunaan
kewenangan. Untuk itu penting kiranya agar dikembangkan secara
serus terkait pengawasan pemilu dan pilkaa secara partisipatif
melalui kelembagaan dan dukungan jaringan infrastrukturnya
yang kuat. Ini antara lain bisa didukung oleh dikembangkannya
sistem pengaduan secara online di tingkat pemerintah dan sekaligus
sebagai ikhtiar menegakkan pemerintahan yang baik. Bukan hanya
di tingkat pembenahannya pada sistem pilkada yang didorong agar
lebih akuntabel, tetapi juga ketegasan untuk membela hak-hak
warganegara menjadi lebih mampu diaktualisasikan.
Isu :
Tulisan yang keempat, dari Aryo Wasisto mengenai “Identifiikasi
Problem Elektoral Dalam Pelaksanaan Pilkada Di Tengah Pandemi”
menegaskan jika tidak diantisipasi dan ditangani secara memadai
di tingkat lapangan, kekahwatiran warga atau pemilih terhadap
Pilkada 2020 dalam lingkungan yang ditandai perluasan infeksi
virus Covid 19, maka bencana politik terhadap demokrasi di
Indonesia bisa tak terhindarkan. Bencana politik ini menyangkut
kepercayaan warga masyarakat terhadap kapasitas pihak penyelenggara
dalam menjalankan tugas dan kewenangannya secara professional.
Kata kunci yang ditawarkan adalah terkait dukungan bagi
peningkatan partisipasi masyarakat itu terhadap pilkada sebagai
taruhan masa depan demokrasi yang harus diyakini akan
berpengaruh terhadap perjalanan kehidupan setiap warga dalam
keseharian. Partisipasi masyarakat dalam Pilkada sangat ditentukan
dengan kapasitas sumber daya kandidat dari persoalan materi,
popularitas, dan waktu interaksi.
Isu :
Tulisan keenam, dari Sidiq Budi Sejati dengan judul tulisan
“Akuntabilitas Kinerja Penyelenggara Pemilu Menjelang Pilkada
Serentak 2020” menyoroti pentingnya substansi dari
pertanggungjawaban pihak penyelenggara terhadap pelaksanaan
tugas dan kewenangan kelembagaan dan jajarannya hingga tingkat
bawah. Penentuan agenda Pilkada yang tetap diselenggarakan pada
Desember 2020 menuntut penyelenggara Pilkada untuk
mempersiapkan segala keperluan dengan cepat, efektif dan efisien.
Pilkada kali ini tidak bisa hanya mengandalkan rasa semangat,
optimisme yang tinggi serta niat yang bulat. Mengingat pelaksanaan
Pilkada kali ini dilakukan dalam kondisi krisis pandemi Covid-19,
maka penyelenggara Pilkada harus mempersiapkan segala hal
dengan cermat dan teliti. Akuntabilitas penyelenggara Pilkada
pada tahun ini menjadi tantangan yang perlu dibuktikan kepada
public dan kasus di 2020 dimasa pandemi Covid 19 jelas lebih
berat dibandingkan saat pilkada serentak dimasa masa belumnya.
Isu :
Tulisan ketujuh dari Ahmad Budiman berjudul “Kampanye
Pilkada 2020: Strategi Merebut Perhatian Pemilih” menguraikan
pentingnya inovasi dalam upaya penyelenggaraan pilkada di
tengah kondisi keterbasan akibat pandemi Covid 19. Kepentingan
inovasi terutama bagi para peserta melalui paslon masing-masing, tim
sukses dan partai atau gabungan partai pengusungnya. Penggunaan
media alat peraga kampanye (APK) di media luar ruang tampaknya
belum terjadi secara signifikan konten yang dihadirkan karena
lebih pada pengarustamaan citra diri sebagai tokoh setempat dan
dukungan yang dihadirkannya. Kalaupun ada tema kampanye yang
dihadirkan lebih bersifat slogan atau retorika dan belum menyentuh
tema riil dimasyarakat setempat. Ini menjadi persoalan dalam
komunikasi politik yang digunakan oleh paslon agar semakin
mengarah pada kapasitasnya untuk mengolah isi pesan dan struktur
pesannya secara lebih bermakna. Makna ini adalah kesadaran bahwa
baik penggunaan media konvensional dan media sosial mengalami
tarik menarik massifikasi pesan yang dihadirkan berhadapan
dengan demasifikasikan pesan secara individual yang memiliki
konsekuensi satu sama lain berbeda.
Isu :
Pelindungan data pribadi dalam perundang-undangan Indonesia, belum memberikan kepastian yang begitu jelas dalam memberikan pelindungan kepada masyarakat. Regulasi mengenai data pribadi belum diatur secara spesifik dalam satu undang-undang namun terdapat beberapa Ketentuan yang tersebar dalam beberapa undang-undang yang mencerminkan pelindungan data pribadi, seperti UU ITE, UU Kesehatan, UU Administrasi Kependudukan, UU Perbankan, UU HAM, Peraturan Menteri 20 Tahun 2016, dan lain-lain. Beberapa ketentuan yang mengatur pelindungan data pribadi yang tersebar di beberapa peraturan perundang-undangan menyebabkan tumpang tindihnya mekanisme dan kewenangan dalam melakukan pelindungan terhadap data pribadi.
Isu :
Urgensi pelindungan data pribadi konsumen di era digital sangat penting untuk segera diberlakukan demi terciptanya kepastian dan pelindungan hukum bagi konsumen. Dengan masuknya era digital yang dipadukan dengan fenomena dan potensi big data maka data pribadi telah menjelma menjadi suatu komoditas berharga. Hal ini bukannya tanpa sebab mengingat pengembangan ekonomi digital terbukti dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Isu :
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan hendaknya lebih didahulukan dibanding melalui pengadilan karena berkaitan dengan privasi seseorang dan rahasia bisnis. Hanya saja pembentuk UU perlu menindaklanjuti dengan memperbaiki peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang penyelesaian sengketa di luar pengadilan yaitu UU No. 30 Tahun 1999 yang memiliki sejumlah kelemahan dan mempengaruhi putusan para pihak untuk memilih penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Pembentuk UU tentang Pelindungan Data Pribadi juga perlu mengatur berbagai jenis gugatan perdata baik itu yang diajukan oleh pemilik/subjek data atau pihak lainnya seperti: pemerintah dan organisasi pelindungan data pribadi.
Isu :
Pelindungan data pribadi merupakan salah satu hak asasi manusia yang merupakan bagian dari pelindungan diri pribadi, perlu diberikan landasan hukum yang kuat untuk memberikan keamanan atas data pribadi, berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pelindungan atas data pribadi merupakan kebutuhan untuk melindungi hak-hak individual dalam masyarakat sehubungan dengan pengumpulan, pemrosesan, pengelolaan, dan penyebarluasan data pribadi.
Isu :
Tulisan pertama ditulis oleh Trias Palupi Kurnianingrum, dengan
judul “Pengaturan Industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) Pasca-
Dicabutnya UU No. 7 Tahun 2004”. Tulisan ini membahas pengaturan
perizinan industri AMDK pasca dibatalkannya UU SDA dan membahas
keberadaan industri AMDK dalam Sistem Penyediaan Air Minum
(SPAM) di Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian: pertama, pengaturan
perizinan pasca dibatalkannya UU SDA menyebabkan kegiatan
pengusahaan air tetap dapat dilakukan untuk industri AMDK meski
dengan pengawasan dan syarat izin yang ketat. Implikasi hukum
pembatalan UU SDA telah mengakibatkan berbagai jenis perizinan yang
telah diterbitkan berdasarkan rezim UU SDA tetap diakui legalitasnya sampai berakhirnya masa berlakunya izin namun tidak diperkenankan
bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar pembatasan pengelolaan SDA.
Kedua, sesuai dengan putusan MK, pengusahaan air tetap dilakukan oleh
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah
(BUMD), maupun Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) namun jika
dalam pemberdayaan tersebut dianggap belum mampu maka dapat
bekerjasama dengan pihak swasta. Keterlibatan peran swasta dalam kegiatan
SPAM masih dibutuhkan namun dengan beberapa ketentuan syarat-syarat
tertentu. Keterlibatan AMDK dalam SPAM dapat dilakukan melalui
mekanisme Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Melalui
mekanisme KPBU maka swasta dimungkinkan berinvestasi untuk
berpartisipasi menciptakan akses aman air minum bagi masyarakat.
Sedangkan tugas pemerintah adalah menyiapkan infrastruktur seperti
waduk dan situ berikut pemeliharaannya, sehingga debit air yang
diperlukan sebagai bahan baku untuk pengolahan air bersih senantiasa
tersedia secara berkesinambungan.
Isu :
ulisan kedua merupakan tulisan dari Monika Suhayati, yang
berjudul “Pengusahaan atas Air Pasca-Putusan Mahkamah Konstitusi
Nomor 85/PUU-XI/2013”. Tulisan membahas Putusan MK No. 85/
PUU-XI/2013 yang membatalkan keberlakuan secara keseluruhan UU
SDA dan menyatakan berlakunya kembali UU Pengairan pada 17
September 2014 dikarenakan adanya praktek penguasaan sumber air
oleh swasta bahkan asing yang mengarah pada liberalisasi dan swastanisasi
air. Dalam putusan tersebut, salah satu poin penting yaitu hak penguasaan
air dimiliki oleh negara sehingga pemanfaatan air (Hak Guna Usaha Air),
haruslah melalui permohonan izin kepada Pemerintah yang penerbitannya
harus berdasarkan pada pola yang disusun dengan melibatkan peran serta
masyarakat yang seluas-luasnya.
Isu :
Tulisan
ini membahas pengelolaan SDA merupakan bagian dari konsep wawasan
nusantara dimiliki bangsa Indonesia yang harus dapat dimanfaatkan demi
mencapai tujuan nasional yang diamanatkan Pasal 33 UUD NRI Tahun
1945. Namun, seiring dengan perkembangan waktu keberadaan air
mengalami pergeseran paradigma pengelolaan, dimana pengelolaan air
tersebut tidak lagi dipandang sebagai barang bebas yang memiliki fungsi
sosial tetapi telah menjadi komoditas ekonomi yang mengarah pada praktek privatisasi dan eksploitasi yang berkembang karena kebutuhan masyarakat
terhadap air yang meningkat sehingga mendorong lebih menguatnya nilai
ekonomi air dibanding nilai fungsi sosialnya. Akhirnya MK memberikan
penegasan melalui Putusan No. 85/PUU-XII/2013 menghapus seluruh pasal
dalam UU SDA dikarenakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945
dan tidak mempunyai kekuatan hukum. Pemangku kepentingan penyediaan
air, baik pemerintah, swasta dan masyarakat masih menantikan lahirnya
peraturan baru yang mengatur peran masing-masing pihak dalam koridor
putusan MK
Isu :
Tulisan ini membahas
kemampuan negara menjamin masyarakat untuk dapat mengakses air guna
memenuhi kebutuhan hidupnya secara layak. Secara konstitusional,
pemenuhan kebutuhan dasar warga negara menjadi kewajiban negara untuk
memenuhinya. Dalam implementasinya perlindungan terhadap
masyarakat/konsumen pengguna air belum sepenuhnya terlaksana.
Pada daerah penelitian menunjukan sebagian masyarakat, khususnya
di Yogyakarta masih menggunakan air tanah dari sumur galian yang
belum terjamin higenitasnya maupun keselamatan bagi masyarakat yang mengkonsumsinya. Hal ini menunjukan hak atas kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang/jasa belum
sepenuhnya terlindungi. Beberapa kendala dalam melindungi
konsumen pengguna air bersih antara lain adalah infrastruktur yang
tidak memadai membuat pemenuhan kebutuhan air bersih terganggu,
distribusi belum merata, keterbatasan ketersediaan air baku, jumlah
manusia yang terus bertambah, dan polusi yang menyebabkan kualitas
dan kuantitas air menurun. Kendala lainnya dalam pemenuhan kebutuhan
air bersih adalah tarif air untuk masyarakat miskin masih memberatkan
Isu :
Tulisan ini berkaitan dengan penyelesaian sengketa
pengelolaan SDA melalui pengadilan dengan menggunakan gugatan
warna negara (citizen law suit). Gugatan ini masih jarang digunakan hanya
saja terkait pengelolaan SDA, mekanisme ini digunakan dalam usaha untuk
menghentikan privatisasi air di Jakarta. Gugatan warga negara terhadap
privatisasi air di Jakarta berakhir dengan kekalahan. Kekalahan dikarenakan
alasan formal yaitu karena mengikutkan pihak di luar penyelenggara
negara sebagai pihak turut tergugat. Pada kasus ini putusan hakim sangat
beragam dan diputus dalam jangka waktu yang lama. Putusan pengadilan
yang beranekaragam tersebut mencerminkan adanya suatu ketidakpastian
hukum dan antara para penegak hukum (hakim) tidak memiliki
interpretasi yang sama terkait karakteristik dari gugatan citizen law suit.
Keberagaman putusan juga akan menimbulkan rasa ketidakadilan
terutama bagi pihak yang kalah.
Isu :
Debora Sanur dalam tulisannya mengatakan
bahwa untuk mencegah terjadinya konflik di masyarakat terkait dengan
penggunaan dana desa yaitu dengan menerapkan prinsip transparansi
dan akuntabilitas pemerintahan desa. Pertanggungjawaban penggunaan
dana desa di tempel di papan pengumuman dan disampaikan lewat
website desa. Aparat desa juga menerima aduan atau saran masyarakat
yang diterima lewat media sosial, untuk ditindaklanjuti kemudian
Isu :
Ahmad Budiman mengatakan bahwa keberadaan opinion leaders
menjadi sangat setral di masyarakat, terutama dalam kaitannya dengan
sumber informasi terpercaya yang mampu membentuk pengetahuan,
sikap dan mengarahkan perbuatan masyarakat desa. Meski demikian,
opinion leaders tidak selalu mengetahui banyak aspek informasi yang
dibutuhkan di masyarakat. Namun problemnya, aktivitas opinion
leaders dalam kegiatan komunikasi di desa, lebih banyak dilakukan
dalam forum musyawarah desa yang secara formil membahas masalah
perencanaan dan pertanggungjawaban kegiatan desa. Usulan atau
saran yang disampaikan opinion leaders tidak akan berarti banyak,
bila semua kegiatan yang telah direncanakan dilakukan hanya sesuai
dengan pola penggunaan dan pertanggungjawaban anggaran yang
telah ditetapkan pemerintah pusat