Buku Tim

Reformasi Birokrasi Indonesia dan Revolusi Industri 4.0 - 2019

Penulis : Dewi Sendhikasari Dharmaningtias, S.IP., MPA

Isu :
Tulisan ini dilatarbelakangi oleh banyaknya tenaga honorer yang diangkat selama ini oleh kepala daerah, tanpa memperhatikan kompetensi pegawai, namun lebih karena kepentingan politik semata.

Penulis : Aryojati Ardipandanto, S.IP., M.Sos

Isu :
Tulisan ini mengungkapkan bahwa birokrasi Indonesia dalam sejarahnya memperlihatkan sangat rentan dipengaruhi oleh politik. Padahal, menurut teori, birokrasi harus netral dan tidak memihak pada kepentingan politis partai politik.

Penulis : Aulia Fitri, S.IP., M.Si. (Han)

Isu :
Tulisan ini dilatarbelakangi oleh munculnya keinginan TNI untuk menempatkan anggota militer aktif di beberapa kementerian/lembaga sipil yang diperluas dari ketentuan yang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara.


Sampah Plastik dan Implikasi Kebijakan Pembatasan Plastik Sekali Pakai terhadap Industri dan Masyarakat - 2019

Penulis :

Isu :


Teknologi Disruptif: Tantangan dan Peluang dalam Mendorong Kewirausahaan - 2019

Penulis : Dewi Wuryandani, S.T., M.M.

Isu :
Tulisan pertama dari Dewi Wuryandani, membahas peluang dan kendala pemanfaatan TD bagi pengembangan kewirausahaan dan UMKM. Wuryandani menjelaskan bahwa TD merupakan teknologi inovatif yang mampu menggeser teknologi mapan dan menciptakan industri baru. Untuk ke depan, dengan adanya tantangan ekonomi global yang semakin besar, mengharuskan para pengusaha memiliki kemampuan untuk memanfaatkan TD guna mengatasi tantangan tersebut dan mengubahnya menjadi kesempatan. Sejalan dengan hal tersebut, para pelaku UMKM diharapkan dapat berusaha secara berkelanjutan dan mampu memanfaatkan kesempatan yang terbuka lebar. Semakin banyak UMKM yang terlibat dalam ekonomi digital melalui pita lebar, bisnis elektronik, media sosial, teknologi awan, dan platform telepon seluler atau ponsel, maka diharapkan semakin banyak pula pelaku UMKM yang menjadi lebih inovatif dan lebih kompetitif. Dengan demikian, UMKM dapat tumbuh lebih cepat untuk meraih keuntungan yang lebih besar dan juga menciptakan berbagai lapangan kerja untuk menggerakkan ekonomi secara keseluruhan

Penulis : Niken Paramita Purwanto, S.E., M.Ak.

Isu :
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar TD dapat berjalan baik dan memberikan dampak signifikan terhadap transformasi bisnis. Pertama, yang harus dimiliki oleh setiap pelaku usaha untuk sukses dalam transformasi bisnis adalah sikap adaptif terhadap perubahan yang terjadi. Kedua transformasi bisnis adalah sikap kolaborasi, pelaku usaha disarankan untuk memilih jalan kolaborasi daripada berjuang melawan gelombang disrupsi. Ketiga, setiap pelaku usaha harus memiliki sikap untuk selalu berbagi dalam menghadapi era digital yang serba terbuka seperti saat ini. Berbagi bukan hanya soal materi, namun juga soal pengalaman dan pengetahuan. Uraian lengkap mengenai bentuk transformasi ekonomi dan bisnis dampak dari kehadiran teknologi disruptif disajikan dalam artikel kedua yang disiapkan oleh Niken Paramita

Penulis : Hilma Meilani, S.T., MBA.

Isu :
Pemerintah mempunyai kebijakan untuk memfasilitasi pengembangan UMKM digital. Pemerintah juga memiliki visi untuk menjadikan Indonesia sebagai negara dengan kapasitas digital ekonomi terbesar di Asia Tenggara pada tahun 2020 dengan menargetkan terciptanya 1.000 technopreneurs dengan valuasi bisnis sebesar USD 10 miliar dan dengan nilai e-commerce mencapai USD 130 miliar. Topik ini dibahas oleh Hilma Meilani dalam tulisan keempat dengan judul “Fasilitasi Pemerintah dalam Pengembangan UMKM Digital dan Technopreneur”.

Penulis : Dewi Restu Mangeswuri, S.E., M.Si.

Isu :
Pengembangan daya saing UMKM menjadi faktor yang penting dalam era teknologi digital. Melalui pemanfaatan TIK diharapkan UMKM dapat memperluas pangsa pasar dan bersaing secara sehat dengan usaha besar. Selain itu teknologi inovatif membantu UMKM dalam melakukan inovasi dan diferensiasi produk. Meilani berargumen bahwa upaya untuk menumbuhkan dan mengembangkan UMKM agar terjun di pasar digital tidak bisa hanya bergantung pada langkah pemerintah pusat, tetapi juga perlu dukungan pemerintah daerah, Dukungan daerah di antaranya berupa program untuk menumbuhkan UMKM dan technopreneur, menciptakan banyak kompetisi UMKM dan wirausahawan, dan memunculkan website-website baru yang memberi wadah kepada UMKM lokal di daerah


Universal Health Coverage (UHC): Perspektif Kesehatan dan Kesejahteraan - 2019

Penulis : Tri Rini Puji Lestari, S.K.M., M.Kes.

Isu :
Tri Rini Puji Lestari, menganalisis dampak UHC terhadap pelayanan kesehatan yang bermutu bagi masyarakat di Kota Cirebon. UHC idealnya mencakup jaminan kesehatan dan pelayanan dengan segala fasilitas yang dibutuhkan dalam Program JKN, tetapi dalam kenyataannya kesuksesan Program JKN selama ini masih dinilai hanya sebatas sarana/ fisik yang dibutuhkan dan belum mengarah pada upaya pembentukan masyarakat yang berpola hidup sehat. Dengan demikian, pelayanan kesehatan yang diberikan masih banyak bersifat kuratif.

Penulis : Rahmi Yuningsih, S.K.M., M.K.M.

Isu :
Rahmi Yuningsih, membahas masalah tenaga kesehatan dalam Program JKN di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Pada intinya, Program JKN diperlukan adanya tenaga kesehatan dalam kualitas dan kuantitas yang memadai serta terdistribusi secara seimbang di seluruh wilayah Indonesia. Tenaga Kesehatan di Puskesmas yang terdiri atas dokter atau dokter layanan primer, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, ahli teknologi laboratorium medik, tenaga gizi dan tenaga kefarmasian perlu bekerja profesional yang meliputi pelayanan promosi kesehatan, pelayanan kesehatan lingkungan, pelayanan kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana, pelayanan gizi dan pelayanan pencegahan dan pengendalian penyakit

Penulis : Nur Sholikah Putri Suni, M.Epid.

Isu :
Walaupun Indonesia mengalami transisi epidemiologi di mana PTM lebih besar daripada PM, tetapi anggaran juga tetap diperlukan untuk mengontrol upaya promotif dan preventif untuk PM supaya tidak terjadi wabah dan menimbulkan masalah baru. Transisi epidemiologi menyebabkan beban keuangan negara karena anggaran banyak terserap untuk membiayai PTM. Oleh karena itu, dalam upaya mengurangi beban tersebut perlu dengan perubahan perilaku dan paradigma sehat. Di samping itu, transisi epidemiologi memberikan kesadaran bahwa upaya promotif dan preventif dapat memberikan keuntungan lebih besar jika dibandingkan dengan upaya kuratif dan rehabilitatif


BUMDES dan Kesejahteraan Masyarakat Desa - 2018

Penulis : Dr. Rohani Budi Prihatin, S.Ag., M.Si.

Isu :
Secara umum, BUMDes berfungsi sebagai lembaga sosial (social institution) dan lembaga komersial (commercial institution). Sebagai lembaga sosial maka BUMDes harus berpihak pada kepentingan masyarakat melalui kontribusinya dalam menyediakan pelayanan sosial. Namun pada sisi lain, BUMDes juga harus menjadi pilar peningkatan pendapatan asli desa (PADes) dengan cara mencari keuntungan melalui aktifitas penjualan barang dan jasa. BUMDes tidak hanya berorientasi pada laba dan profit saja, namun harus digunakan sebaik-baiknya untuk gerakan sosial pada level desa untuk kesejahteraan masyarakat. BUMDes berperan sebagai gerakan sosial dalam arti BUMDes sebagai organisasi yang bertujuan untuk melakukan perubahan sosial pada masyarakat desa. Banyak kasus yang menunjukkan BUMDes berhasil mengangkat desa terpelosok dan miskin kini menjadi salah satu obyek wisata di Gunung Kidul. Begitu pula, kasus BUMDes di Desa Ponggok yang berhasil menyejahterakan masyarakatnya melalui unit usaha yang dikelola BUMDes. BUMDes yang bergerak dalam bidang pertanian juga sangat membantu petani dalam menjual produk pertanian sehingga tidak melalui tengkulak. Sarana produksi pertanian yang jual BUMDes juga memudahkan petani untuk bercocok tanam tanpa harus membeli sarana produksi ke kota. Usaha simpan-pinjam membantu masyarakat yang akan memulai usaha tanpa harus repot ke bank di kota. Desa-desa yang mengalami kekurangan air bersih berhasil mengubah kondisi itu dengan mendirikan BUMDes yang mengelola air bersih yang disalurkan ke warga dengan biaya yang terjangkau.

Penulis : Nur Sholikah Putri Suni, M.Epid.

Isu :
BUMDes memiliki manfaat yang cukup besar terutama di sektor kesehatan. BUMDes juga dapat menciptakan kesejahteraan di sektor kesehatan. Banyak masyarakat yang merasa terbantu semenjak adanya BUMDes. BUMDes juga memberikan alternatif solusi untuk memecahkan masalah kesehatan terutama terkait akses dan pelayanan kesehatan. Di sisi lain, secara tidak langsung BUMDes dapat dijadikan terobosan untuk terciptanya Universal Health Coverage (UHC) yang merupakan cita-cita global termasuk Indonesia. UHC merupakan konsep pelayanan kesehatan yang mencakup aspek aksesibilitas pelayanan kesehatan dari preventif, promotif, kuratif sampai rehabilitatif yang berkualitas dan komprehensif. Selain itu, UHC bertujuan untuk mengurangi masalah finansial dalam mendapatkan pelayanan kesehatan yang dibutuhkan sehingga dapat berkontribusi secara positif terhadap pembangunan negara. Dalam hal ini, implementasi UHC sudah dilakukan di Indonesia yaitu melalui JKN. Di Indonesia diperlukan inovasi dan langkah strategis supaya program dapat berjalan optimal dan cita-cita UHC dapat tercapai. Dibutuhkan waktu yang cukup panjang tidak hanya bertahun-tahun melainkan dekade untuk mencapai UHC. Sebagian besar negara di Asia yang sudah mencapai UHC rata-rata membutuhkan waktu lebih dari 10 tahun. Mereka mempunyai strategi perencanaan jangka panjang yang digunakan sebagai referensi. BUMDes bekerja sama dengan BPJS untuk memberikan bantuan berupa iuran BPJS kesehatan kepada masyarakat desa yang belum terdaftar. Dengan adanya kerjasama tersebut maka dapat menguntungkan kedua belah pihak demi terciptanya jaminan kesehatan yang adil dan merata. Selain itu, BUMDes juga mengembangkan usahanya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa BUMDes mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat terutama di sektor kesehatan.


Bunga Rampai Pencegahan dan Penegakan Hukum atas Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan Hidup - 2018

Penulis : Prianter Jaya Hairi, S.H., LLM.

Isu :
KLHS merupakan instrumen hukum administratif yang dikonsep oleh pemerintah dengan tujuan pencegahan sebelum terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Karena pengaturan tata ruang atau KRP di suatu wilayah tanpa didasari pengkajian yang mendalam terkait kondisi lingkungan serta pertimbangan prinsip pembangunan berkelanjutan merupakan salah satu “faktor kondusif” penyebab kejahatan lingkungan berupa pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. KLHS merupakan suatu kewajiban bagi pemerintah dan pemerintah daerah dalam penyusunan atau evaluasi: Rencana tata ruang wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya, rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), dan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan/atau kabupaten/kota; dan kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan. Mengenai implementasi KLHS sebagai kewajiban bagi pemerintah daerah, pada penerapannya di Sumatera Utara di antaranya dipahami bahwa hal itu belum sepenuhnya terealisasi. Masih belum banyak daerah di Sumatera Utara yang melaksanakan kewajiban membuat KLHS saat menetapkan KRP dan tata ruang. Satu contoh yakni Sungai Deli sebagai salah satu sungai yang tercemar limbah, menandakan bahwa perlunya evaluasi terhadap RTRW wilayah tersebut yang dimulai dari penyusunan KLHS untuk kepentingan tersebut.

Penulis : Novianti, S.H., M.H.

Isu :
Implementasi Konvensi Basel terkait pengelolaan limbah B3, maka memasukkan limbah B3 kedalam wilayah Republik Indonesia harus izin terlebih dahulu kepada Pemerintah Indonesia secara tertulis dan harus mengikuti ketentuan-ketentuan yang diatur dalam ketentuan nasional. Karnanya apabila ada pelanggaran terhadap ketentuan tersebut oleh pihak lain dapat dianggap sebagai suatu kejahatan dan Indonesia dapat mengambil tindakan sesuai ketentuan yang berlaku. Beberapa peraturan perundang-undangan terkait dengan pengelolaan limbah B3 di antaranya Pasal 53, Pasal 69 UUPPPLH dan Pasal 12 ayat (4) PP No.101 Tahun 2014 sejalan dengan pengaturan konvensi Basel. Hasil penelitian di Jawa Barat dan Sumatera Utara telah mempunyai tempat pembuangan limbah, karnanya limbah tidak langsung dibuang ke sungai karena perusahaan memiliki alat pengolah limbah. Untuk memastikan limbah yang telah diolah aman untuk lingkungan, perusahaan memiliki peralatan yang mampu mengukur tingkat aman. Hal ini sejalan dengan konvensi basel yang menyatakan bahwa negara harus menjamin tempat pembuangan limbah sendiri dan berusaha tidak melakukan perpindahan/mengekspor limbah ke negara lain. Setiap negara harus berusaha menjamin ketersediaan fasilitas pembuangan sendiri yang berwawasan lingkungan, sehingga ekspor limbah dapat diminimalisir ( Pasal 4 ayat (2b dan 2d) ). Namun dalam pelaksanaannya masih menemui kendala di antaranya perusahaan umumnya lebih memilih untuk berinvestasi atau mengalokaikan anggaran untuk membeli mesin produksi dibandingkan mesin pengolah limbah karena lebih mendatangkan keuntungan.

Penulis : Dian Cahyaningrum, S.H.. M.H.

Isu :
Hukum lingkungan Indonesia, yaitu UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan tanggung jawab kepada perusahaan untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup. Tanggung jawab perusahaan tersebut mencakup pencegahan dan penanganan masalah lingkungan hidup yaitu pencemaran dan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan usaha perusahaan. Instrumen yang digunakan untuk mencegah perusahaan melakukan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup adalah perizinan, selain juga dokumen lingkungan hidup yaitu Analisis mengenai dampak lingkungan hidup dan Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan Upaya pemantauan lingkungan hidup.

Penulis : Harris Yonatan Parmahan Sibuea, S.H., M.Kn.

Isu :
Konsep peran serta masyarakat dalam pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup tercermin dalam konsepsi budaya hukum sebagai salah satu bagian dari instrumen sistem hukum. Friedman mengartikan budaya hukum sebagai sikap dari masyarakat terhadap hukum dan sistem hukum, tentang keyakinan, nilai, gagasan, serta harapan masyarakat tentang hukum. UU PPLH Tahun 2009 sebagai substansi hukum dari teori sistem hukum Friedman ditemukan sekitar 20,47% norma yang mengakomodir kepentingan masyarakat serta mengatur peran serta masyarakat dalam mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Hal ini diartikan bahwa UU PPLH Tahun 2009 sudah baik dalam hal pengaturan mekanisme pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup dari aspek peran serta masyarakat. Adapun Lothar Guendling menyatakan bahwa peran serta masyarakat dalam memelihara lingkungan hidup adalah sebagai berikut (1) memberi informasi kepada pemerintah; (2) meningkatkan kesediaan masyarakat untuk menerima keputusan; (3) membantu perlindungan hukum; serta (4) mendemokratisasikan pengambilan keputusan. Ketiga konsep peran serta masyarakat tersebut setidaknya dapat memberikan gambaran bahwa norma dalam UU PPLH Tahun 2009 telah merespon kepentingan hukum masyarakat dan peran serta masyarakat. Namun terdapat kendala dalam implementasi norma-norma tersebut di lapangan Pelaksanaan peran serta masyarakat dalam pencegahan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup, dengan studi kasus di Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Jawa Barat didapat beberapa kendala dalam penerapan norma kepentingan hukum masyarakat dan peran serta masyarakat yaitu belum transparan nya pihak pemerintah dalam memberikan informasi terkait permasalahan lingkungan hidup; belum terbukanya pemerintah kepada masyarakat terkait perizinan lingkungan hidup; masyarakat belum maksimal disosialisasi terkait pendidikan lingkungan hidup; serta pengetahuan lingkungan hidup masyarakat masih sangat kurang.

Penulis : Luthvi Febryka Nola, S.H., M.Kn.

Isu :
Pada saat berlaku UU No. 23 Tahun 1997, lembaga penyelesaian sengketa terdapat disejumlah daerah termasuk Provinsi Sumatera Utara. Lembaga penyelesaian sengketa di Provinsi Sumatera Utara sangat berperan dalam menyelesaikan sengketa lingkungan hidup. Sedangkan di Jawa Barat, penyelesaian sengketa di luar pengadilan di dominasi oleh pemuka masyarakat tidak ada peran dari lembaga penyelesaian sengketa. Pasca berlakunya UU No 32 Tahun 2009, peran lembaga ini tidak terdengar lagi bahkan di Sumatera Utara sudah tidak ada. Ketiadaan lembaga ini dikarenakan pertama, aturan lembaga dalam UU No 32 Tahun 2009 sangat minim. Penyebab kedua adalah dihapuskannya peran pemerintah dalam pembentukan lembaga. Penyebab terakhir adalah peraturan pelaksana dari UU No 32 Tahun 2009 yang mengatur tentang lembaga juga belum diundangkan. Hingga saat ini PP No. 54 Tahun 2000 masih berlaku. Akan tetapi muatan PP ini sebagian besar sudah tidak relefan dengan aturan baru dalam UU No. 32 Tahun 2009.


Diplomasi Indonesia dan Pembangunan Konektivitas Maritim - 2018

Penulis : Lisbet, S.Ip., M.Si.

Isu :
Dengan terdapatnya konektivitas, Indonesia dapat menyediakan jasa angkut dan pelabuhan bagi kapal-kapal ASEAN yang berskala internasional sehingga dapat melewati perairan Indonesia. Selain itu, konektivitas antarpulau, di dalam negeri pun memiliki keterhubungan dengan negara-negara ASEAN. Dengan terciptanya konektivitas antarpulau maka Indonesia memiliki berbagai komoditas yang dapat diperdagangkan di ASEAN dan memperoleh kemudahan dalam mengekspor produk-produknya ke negara-negara mitra dagangnya di ASEAN.

Penulis : Rizki Roza, S.Ip., M.Si.

Isu :
Pembangunan konektivitas maritim di kawasan timur Indonesia akan membawa konsekuensi meningkatnya lalu lintas kapal-kapal niaga asing yang melewati perairan timur Indonesia dan sekitarnya. Peningkatan lalu lintas ini berpotensi menghadapi gangguan dari serangan-serangan bajak laut dan perampok bersenjata di laut. Serangan bajak laut di sekitar Laut Sulu sepanjang tahun 2016 dan 2017 telah menempatkan perairan ini sebagai jalur pelayaran yang paling berbahaya di dunia. Gangguan keamanan ini akan selalu ada dan akan tumbuh seiring dengan meningkatnya jumlah kapal yang melewati perairan tersebut, jika tidak terdapat upaya serius dari negara-negara yang terkait untuk memeranginya. Ancaman perompakan di sekitar KTI jika tidak dikelola dengan baik akan melumpuhkan perdagangan di kawasan itu, dan mengganggu upaya pemerintah Indonesia untuk meningkatkan konektivitas KTI dengan jalur pelayaran global.


Impelementasi UU Desa: Perspektif Hukum Tata Negara dan Hukum Ekonomi - 2018

Penulis : Shanti Dwi Kartika, S.H., M.Kn.

Isu :
Shanti Dwi Kartika berujar bahwa implementasi dari otonomi desa ini diwujudkan dalam bentuk perencanaan prioritas, program, dan kegiatan pembangunan desa yang melibatkan semua unsur di desa tersebut dengan memperhatikan potensi, karakteristik, dan kebutuhan desanya. Keberhasilan otonomi desa dipengaruhi oleh kemampuan leadership yang kreatif dan inovatif dari pemimpin desa, sehingga terwujud kemandirian desa dan kesejahteraan masyarakat desa. Otonomi desa ini merupakan peluang bagi kemajuan desa sebagai entitas dan garda depan negara, namun dalam pelaksanaan masih dijumpai hambatan, baik dari aspek regulasi, operasionalisasi, maupun sumber daya manusia

Penulis : Denico Doly, S.H., M.Kn.

Isu :
Denico Doly di bagian III berbicara soal pendampingan desa, baik dari sisi regulasi mapun pelaksanaan. Denico Doly mencatat ada kontradiksi atau benturan antara Peraturan Pemerintah No. 47/2015 dengan Permendesa No. 3/2015 tentang pendampingan desa. PP lahir lebih dulu ketimbang Permendesa. Dalam Permendesa tidak dikenal pendamping lokal desa, PP berbicara tentang pendamping lokal desa, sementara dalam pelaksanannya terdapat pendamping lokal desa. Sampai hari ini Permendesa belum direvisi dan disesuaikan dengan PP. Perbedaan ini, kata Denico Doly, akan mengakibatkan disharmonisasi peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pendamping desa. Disharmonisasi ini dapat mengakibatkan terjadinya kekosongan hukum yang mengatur mengenai pendamping lokal desa tersebut. Kekosongan hukum yang terjadi juga akan mengakibatkan tidak dapat berjalan dengan efektifnya pendamping lokal desa. Pembenahan atas pengaturan pendamping lokal desa perlu dilakukan oleh Kementerian Desa agar tidak terjadi kekosongan hukum pengaturan pendamping lokal desa.

Penulis : Monika Suhayati, S.H., M.H.

Isu :
Monika Suhayati, berbicara soal BUMDesa dari sisi badan hukum. Badan hukum BUMDesa sejak 2010 selalu menjadi perdebatan, dan Kemendagri sebenarnya menghendaki bahwa UU Desa bisa memastikan begitu BUMDesa lahir dengan Peraturan Desa, maka dia hadir sebagai badan hukum yang mandiri, seperti halnya koperasi dan PT. Tetapi UU Desa, melalui debat yang panjang, tidak tuntas bicara soal ini. UU hanya mengatakan bahwa BUMDesa adalah usaha bercirikan desa yang berbeda dengan koperasi, PT maupun CV. Melalui penelitian lapangan Monika Suhayati menegaskan bahwa BUM Desa di Kabupaten Malang dan Badan Usaha Milik Kampung (BUMK) di Kabupaten Berau merupakan badan usaha yang didirikan oleh desa atau kampung dan bukan merupakan badan hukum karena tidak memenuhi syarat formil, yaitu pengesahan dari Kementerian Hukum dan HAM. Dengan legalitas peraturan desa atau peraturan kampung sebagai dasar pembentukannya, BUM Desa atau BUMK tetap dapat melakukan perbuatan hukum dengan pihak lain, seperti kerja sama dengan pihak bank. BUM Desa juga dapat membentuk unit-unit usaha yang berbadan hukum. Legalitas pembentukan BUM Desa tersebut memadai apabila tidak terjadi permasalahan hukum dalam kerja sama dengan pihak lain, namun dalam hal terjadi permasalahan hukum, legalitas ini belum memadai dikarenakan tidak ada pemisahan harta dan desa sebagai pemilik BUM Desa bertanggung jawab secara penuh atas kerugian BUM Desa sehingga akibatnya merugikan desa itu sendiri. Dalam hal menguatkan status hukum BUM Desa atau BUMK menjadi badan usaha berbadan hukum, diperlukan revisi UU Desa dengan mengatur mekanisme penetapan status BUM Desa atau BUMK sebagai badan usaha berbadan hukum demi terpenuhinya syarat formil suatu badan hukum.


Indutri Kreatif, Fintech dan UMKM dalam Era Digital - 2018

Penulis : Dewi Restu Mangeswuri, S.E., M.Si.

Isu :
Dinamika ekonomi global menyebabkan sebagian besar negara-negara di dunia untuk terlibat dalam perdagangan bebas dan mengembangkan kerjasama ekonomi nasional. Berkaitan dengan itu, langkah yang tepat adalah mengoptimalkan potensi yang dimiliki serta memperbaiki daya saing ekonomi nasional dengan berbagai cara agar memperkuat posisi tawar bangsa sehingga globalisasi membawa manfaat bagi kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Di masa inilah, perekonomian lebih banyak digerakkan oleh kemajuan dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peran yang semakin dominan dari sektor industri kreatif, yaitu suatu industri yang amat mengintensifkan talenta, kreativitas, informasi, dan pengetahuan dalam aktivitas operasionalnya. Peran ekonomi kreatif di berbagai negara sudah tidak diragukan lagi, khususnya di negara berkembang seperti Indonesia. Dalam otonomi daerah sekarang ini, ada beberapa daerah yang sungguhsungguh menjalankan kebijakan yang berpihak pada pelaku ekonomi kreatif melalui beberapa kebijakan, baik pada aspek pembiayaan, pemasaran, pengembangan kapasitas SDM, fasilitasi, dan perbaikan infrastruktur yang berkaitan langsung dengan usaha peningkatan daya saing. Dalam konteks pengembangan industri kreatif, terutama sebelum rencana pengembangan yang tercermin dalam roadmap dijalankan, unsur-unsur yang terlibat dalam proses pengembangan industri kreatif haruslah terlebih dahulu memahami peranannya masing-masing serta harus mempersiapkan starting point secara matang untuk mengembangkan industri kreatif ini secara berkelanjutan. Oleh karena itu, upaya pengembangan industri kreatif seyogianya tidak mengandalkan pemanfaatan SDA, tetapi lebih menekankan pada pengetahuan dan kreativitas.

Penulis : Niken Paramita Purwanto, S.E., M.Ak.

Isu :
UMKM belum siap menghadapi era ekonomi digital, di mana masyarakat ekonomi digital menjadi sebuah sistem atau semacam bentuk organisasi ekonomi yang berperan dalam kegiatan ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari kredibilitas usaha kurang memadai, lemahnya manajemen usaha, dan kurangnya media promosi. Akan tetapi untuk akses terhadap layanan perbankan khususnya e-banking para pelaku UMKM sebagian besar sudah memanfaatkannya, meskipun kecenderungan pemanfaatan layanan e-banking masih secara umum untuk semua kegiatan transaksi. Lemahnya kredibilitas usaha bukan disebabkan karena ketidaktahuan akan pentingnya aspek ini, akan tetapi karena kurangnya kemampuan atau skill yang dimiliki oleh para pelaku usaha itu sendiri. UMKM kurang mampu dalam membuat pembukuan dan bisnisplan, di samping itu juga lemah dalam kemampuan untuk menghasilkan media promosi, identitas usaha serta profil usaha yang relevan dengan kebutuhan era ekonomi digital saat ini. Bidang UMKM mempunyai potensi yang luar biasa untuk turut serta berdaya saing dalam era digital ekonomi ekosistem khususnya dalam menghadapi persaingan di pasar MEA. Keterlibatan dinas pemerintah dan pihakpihak ekternal lain seperti perbankan, dan asosiasi/ paguyuban menjadi aspek penting bagi UMKM untuk berakselerasi dalam adaptasi memanfaatkan berbagai peluang di sistem ekonomi digital saat ini

Penulis : Sony Hendra Permana, S.E., M.S.E.

Isu :
Salah satu permasalahan yang sangat sering dihadapi oleh pelaku UMKM adalah permasalahan pemasaran. Umumnya pelaku UMKM hanya bisa memproduksi produk tetapi kebingungan untuk memasarkan produknya. Namun dengan perkembangan internet saat ini, permasalahan tersebut sebenarnya memiliki alternatif solusinya. Pelaku UMKM dapat membuka akses pemasaran secara murah dan memiliki jangkauan yang luas melalui internet. Pertama, pelaku UMKM dapat membuat website tentang usaha maupun produknya melalui penyedia layanan pembuatan website yang terhosting . Pembuatan website ini juga dapat disesuaikan dengan kebutuhan pelaku usaha apakah akan menggunakan website yang berbayar atau yang tidak berbayar. Kedua, pelaku UMKM juga dapat memanfaatkan media sosial sebagai saluran pemasarannya. Jangkauannya yang luas dan juga platform bisnis yang dimiliki dapat dimanfaatkan sebagai media pemasaran secara gratis. Ketiga , pelaku UMKM dapat memanfaatkan perkembangan e-commerce yang cukup pesat saat ini baik dalam bentuk situs web iklan baris, retailer, maupun marketplace . Ke semua saluran pemasaran tersebut akan sangat membantu proses pemasaran bagi pelaku UMKM karena memiliki jangkauan yang luas dan tidak terbatas ruang dan waktu.

Penulis : Hilma Meilani, S.T., MBA.

Isu :
Strategi pemerintah untuk meningkatkan literasi keuangan di Indonesia antara lain dengan menerbitkan Strategi Nasional Literasi Keuangan (SNLKI) pada tanggal 19 November 2013, diikuti dengan Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (SNLKI) Revisit 2017 sebagai penyesuaian dari SNLKI tahun 2013 untuk mengakomodasi perubahan dan perkembangan literasi dan inklusi keuangan serta mengakselerasi pencapaian indeks literasi dan inklusi keuangan masyarakat. Untuk memperluas akses masyarakat terhadap layanan keuangan, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif pada tanggal 1 September 2016. Berdasarkan hasil survei yang dilaksanakan OJK pada tahun 2016, indeks literasi dan inklusi keuangan Indonesia meningkat jika dibandingkan hasil pada survei serupa yang dilaksanakan OJK pada tahun 2013. Pemerintah dalam Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2017 tentang Strategi Nasional Perlindungan Konsumen telah menetapkan target indeks literasi keuangan mencapai 35% di tahun 2019, dan Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2016 tentang Strategi Nasional Keuangan Inklusif memiliki target inklusi keuangan mencapai 75% di tahun 2019, yakni minimal 75% dari seluruh penduduk dewasa 15 tahun ke atas dapat mengakses keuangan ke layanan dan jasa keuangan formal. Partisipasi lembaga jasa keuangan dan pemangku kepentingan lainnya, serta pemanfaatan teknologi informasi sangat diperlukan agar pencapaian indeks literasi dan inklusi keuangan dapat tercapai sesuai dengan target pemerintah. Teknologi informasi, khususnya internet berpotensi besar dalam meningkatkan inklusi dan literasi keuangan. Perkembangan teknologi informasi yang pesat membuat lembaga teknologi keuangan (fintech) dapat diikutsertakan oleh OJK maupun perbankan dalam rangka peningkatan inklusi dan literasi keuangan.

Penulis : Nidya Waras Sayekti, S.E., M.M.

Isu :
Industri fintech menunjukkan perkembangan yang baik sepanjang tahun 2017. Hal ini karena dukungan regulasi yang memberikan kepastian bagi industri hingga tingkat literasi keuangan yang semakin baik terutama di pasar kelompok milenial. Kaum milenial ditenggarai sudah terbiasa dengan teknologi, sehingga lebih mudah mengadopsi inovasi baru berbasis teknologi. Banyak potensi yang bisa diambil oleh Fintech Company dan bersinergi dengan industri keuangan lokal sehingga mampu bersaing dengan lembaga keuangan yang lebih mapan. Fintech juga dapat dikembangkan untuk merangkul masyarakat Indonesia untuk masuk ke dalam sektor jasa keuangan, melalui penyediaan kemudahan akses terhadap berbagai produk-produk keuangan yang disesuaikan dengan karakteristik masyarakat. Pemanfaatan dan pengembangan fintech ini dapat meningkatkan akses keuangan dan kemandirian finansial masyarakat, sehingga pada akhirnya mampu mewujudkan pemerataan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Namun demikian, pemerintah dalam hal ini OJK dan pelaku industri fintech perlu melakukan edukasi terhadap masyarakat mengenai produk dan layanan yang legal agar masyarakat terhindar dari penipuan dan kejahatan keuangan. Bagi DPR yang memiliki fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan, seharusnya dapat mengawal perkembangan fintech ini melalui perannya dalam hal pengawasan kebijakan atau regulasi yang ditetapkan oleh pemerintah

Penulis : Edmira Rivani, S.Si., M.Stat.

Isu :
Untuk masyarakat sendiri juga mulai beralih dari semula menggunakan transaksi tunai ke transaksi nontunai khususnya uang elektronik. Harapan kita dengan turut sertanya semua pihak dalam menyosialisasikan transaksi dengan menggunakan uang elektronik maka tidak menutup kemungkinan jika suatu saat nanti negara Indonesia menjadi negara yang menerapkan cashless society untuk semua masyarakatnya. Selain itu, masyarakat selaku calon pengguna atau pengguna alat pembayaran nontunai agar bersikap lebih bijak dalam memilih dan menggunakan alat pembayaran yang sesuai dengan kebutuhan serta fungsinya. Kemudahan dan keamanan yang ada pada e-money dapat menjadi bahan pertimbangan penting bagi masyarakat dalam memilih e-money sebagai suatu alat pembayaran. Beberapa kendala yang meliputi kegiatan transaksi nontunai terdapat beberapa faktor, salah satunya faktor sosial dan budaya serta faktor ketersediaan infrastruktur. Dalam hal ini antara pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat masing-masing harus turut andil dalam mensosialisasikan cashless society . Pemerintah dengan terus melakukan perkembangan sistem maupun aturan sebagai payung hukum dari uang elektronik itu sendiri, selain itu menyediakan sarana penunjang yang merata di seluruh daerah dan tidak terfokus di kota-kota besar saja.

Penulis : Dewi Wuryandani, S.T., M.M.

Isu :
UMKM masih menghadapi permasalahan atau tantangan yang terlebih di era globalisasi dan ekonomi digital, di antaranya terkait peningkatan kapasitas SDM, akses dan penguasaan teknologi informasi, pembiayaan, dan pendanaan alternatif, manajemen bisnis modern, akses pasar global dan integrasi mata rantai regional dan global. Oleh karena itu, sudah seharusnya dijalin integrasi hubungan antara pihak-pihak terkait untuk memecahkan masalah yang masih menghambat UMKM tersebut. Dalam hal ini pemerintah dan khususnya Kementerian Koperasi dan UKM perlu terus menerus melakukan upaya mewujudkan UMKM yang berdaya saing berbasis digital. Dengan kata lain, UMKM di seluruh Indonesia harus memanfaatkan teknologi untuk memetik keuntungan dari transformasi digital.


Keamanan Siber dan Pembangunan Demokrasi di Indonesia - 2018

Penulis : Drs. Ahmad Budiman, M.Pd.

Isu :
Pada hakekatnya, keberhasilan pelayanan publik yang dilakukan oleh penyelenggara pelayanan publik kepada masyarakat sangat ditentukan oleh seberapa besar kemanfaatan pelayanan publik yang dapat dirasakan masyarakat. Semakin cepat masyarakat memperoleh pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan yang dimilikinya, akan menjadi salah satu indikator dari telah dilaksanakannya pelayanan publik dengan baik. Untuk itu perlu dibangun sebuah sistem informasi yang dapat membantu meningkatkan pelayanan publik penyelenggara kepada masyarakat. Upaya untuk memberikan pelayanan publik berbasis internet, sesungguhnya sejalan dengan program pemerintah dalam mengembangkan e-government di semua kelembagaan baik di tingkat pusat hingga ke tingkat daerah. Untuk itu tata kelola keamanan siber sangat diperlukan untuk tetap menjaga kepercayaan masyarakat dalam mendapatkan layanan publik dan layanan perijinan berbasis online. Hal inilah yang mendasari pertanyaan dalam tulisan ini, yaitu, bagaimana tata kelola keamanan siber dalam meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat

Penulis : Aryojati Ardipandanto, S.IP., M.Sos

Isu :
Media sosial seperti Facebook, Twitter, Instagram, dan lain-lain memang dapat membuat masyarakat semakin “melek” politik dan selalu dapat mengikuti perkembangan politik yang ada. Tetapi di sisi lain, kekuatan media sosial dapat dimanfaatkan untuk hal-hal berbahaya oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung-jawab, terutama dalam momen menjelang Pemilu atau Pilkada. Hal yang berbahaya tersebut antara lain adalah bahwa media sosial dapat digunakan untuk menyebarkan hoax dalam perang kampanye di dunia maya. Bila masyarakat Indonesia tidak dibekali dengan kesadaran tentang pentingnya menggunakan media sosial dengan bijak dan hatihati, tentunya ini akan sangat membahayakan kestabilan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Hal ini dikarenakan hoax yang disebarkan di media sosial berdampak luas dan menimbulkan potensi konflik yang akibatnya bisa sangat menakutkan. Dalam memandang kondisi tersebut, tentunya logika kita akan mengarah pada pentingnya suatu sistem pengamanan arus informasi di media sosial. Cyber security yang dilaksanakan dengan profesional setidaknya akan menangkal dampak negatif dari penggunaan media sosial yang diarahkan pada timbulnya konflik oleh pihak-pihak tertentu yang memang ingin mengacaukan stabilitas politik negara

Penulis : Aulia Fitri, S.IP., M.Si. (Han)

Isu :
Fenomena globalisasi informasi yang ditandai dengan pesatnya kemajuan teknologi, informasi, komunikasi dan interaksi lintas batas membawa dampak tersendiri terhadap keamanan suatu negara, khususnya di ruang siber. Perubahan ini juga mengakibatkan terjadinya pergeseran ancaman yang dihadapi oleh suatu negara, dari ancaman yang bersifat tradisional menjadi ancaman asimetris. Beberapa kasus mengenai serangan siber yang terjadi di beberapa negara termasuk Indonesia menandakan ketergantungan negara terhadap teknologi informasi membawa tantangan dan ancaman tersendiri. Besarnya potensi ancaman di ruang siber baik secara langsung maupun tidak langsung telah mendorong berbagai negara untuk melakukan penataan kebijakan di bidang siber. Indonesia belum memiliki kebijakan di bidang siber yang bersifat integratif, dengan kata lain kebijakan yang dijalankan masih bersifat sektoral. Oleh karena itu tulisan ini akan memetakan permasalahan kebijakan siber nasional di Indonesia dan merekomendasikan penerapan kebijakan siber yang terintegratif berdasarkan komparasi atas penerapan kebijakan siber dari berbagai negara di dunia.


Kekhalifahan ISIS di Asia Tenggara - 2018

Penulis :

Isu :


Koperasi dalam Sistem Perekonomian Indonesia - 2018

Penulis : Dr. Ariesy Tri Mauleny, S.Si., M.E.

Isu :
Koperasi sebagai basis ekonomi kerakyatan dan soko guru perekonomian Indonesia, memiliki peranan yang besar dalam membangun kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan. Hal ini tertuang dalam sistem perekonomian nasional dalam konteks demokrasi ekonomi yang terdapat pada Bab XIV UUD NKRI1945 Amandemen Keempat khususnya Pasal 33. Bab XIV tersebut memuat Perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial, secara jelas ingin menegaskan bahwa perekonomian yang dijalankan hanyalah yang bertujuan pada kesejahteraan sosial.

Penulis : Achmad Sani Alhusain, S.E., M.A.

Isu :
Untuk memajukan koperasi dibutukkan upaya penguatan. Upaya penguatan ini menjadi tugas pemerintah melalui kebijakan yang dapat mendorong koperasi Indonesia maju dan dapat bersaing tidak hanya pada tingkat nasional tetapi harus pada tingkat internasional. Disampng itu, koperasi sendiri harus terus membangun kekuatannya melalui pembenahan internal untuk dapat meminimalisir permasalahan koperasi yang masih menjadi penghalang kemajuan koperasi. Semua pihak baik pemerintah, swasta maupun koperasi sendiri harus dapat bekerja sama untuk mengoptimalkan sumber daya yang Indoensia miliki untuk menyejahterakan masyarakat

Penulis : Nidya Waras Sayekti, S.E., M.M.

Isu :
Namun, dengan kearifan lokal dan keunikan budaya yang dimiliki Provinsi Bali diharapkan dapat menjadi kekuatan masyarakat dan pemerintah dalam melakukan revitalisasi dan pengembangan koperasi di Provinsi Bali. Provinsi Bali sebagai salah satu destinasi wisata utama di Indonesia memiliki potensi perekonomian yang besar. Untuk itu, koperasi di Provinsi Bali harus siap menghadapi tantangan yang ada di era globalisasi sehingga dapat memberikan banyak manfaat bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat Bali. Beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh anggota, pengurus, dan pemerintah dalam pengembangan koperasi di Bali antara lain yaitu melalui peningkatan kompetensi SDM, kerja sama kemitraan, dan penggunaan teknologi informasi.

Penulis : Lisnawati, S.Si., M.S.E.

Isu :
Pada dasarnya dalam UU Nomor 25 tahun 1992, dijabarkan bahwa fungsi pengawas adalah melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanaan dan pengelolaan koperasi, serta membuat laporan tertulis tentang hasil pengawasannya. Pengawas harus memastikan bahwa mekanisme pengawasan berjalan sebagaimana mestinya. Namun aturan mengenai pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah dan mengenai koperasi syariah belum ada sehingga perlu dimasukan dalam revisi UU mengenai perkoperasian

Penulis : Dr. Ariesy Tri Mauleny, S.Si., M.E.

Isu :
Berdasarkan hasil estimasi terlihat bahwa dalam kurun waktu 2011-2015, koperasi yang terdapat di 33 provinsi Indonesia menunjukkan bahwa jumlah anggota, manager dan modal internal berpengaruh negatif terhadap capaian keberhasilan koperasi dalam memperoleh sisa hasil usaha. Sementara faktor internal lainnya menunjukkan pengaruh positif dan signifikan. Hal ini menunjukkan perlunya penguatan pemahaman, kesadaran dan komitmen seluruh anggota dan pengurus koperasi dalam berkontribusi aktif baik sebagai produsen, konsumen maupun distributor untuk memajukan koperasi


logo

Hubungi Kami

  • Gedung Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI Lantai 7, Jl. Jend. Gatot Subroto, Senayan, Jakarta Pusat 10270
  • 021 5715 730
  • bkd@dpr.go.id

Menu

  • Beranda
  • Tentang
  • Kegiatan
  • Produk
  • Publikasi
  • Media

Sosial Media

  • Twitter
  • Facebook
  • Instagram
  • Linkedin
  • YouTube
support_agent
phone
mail_outline
chat