Isu :
Perlu dipahami bahwa undang-undang mengamanatkan satu organisasi profesinya, tapi membuka kesempatan dibentuknya berbagai organisasi guru. Beragam organisasi guru yang terbentuk ini perlu menyamakan pemahaman akan bentuk organisasi profesi guru seperti apa yang terbaik untuk guru. Apakah nanti akan melebur dengan PGRI, atau menjadi satu organisasi baru dengan bentuk keanggotaannya atau kepengurusan yang (misalnya) bersifat konfederasi. Organsiasi profesi ini nantinya akan juga mengatur hak dan kewenangan anggotanya. Organisasi profesi juga dapat mengatur berbagai hal selain yang diamanatkan UUGD, seperti peluang guru asing mengajar di sekolah di Indonesia, atau juga mengatur sekolah yang dapat bekerja sama dengan lembaga asing. Dengan satu organisasi profesi yang jelas, anggota memperkuat profesinya melalui organisasi
Isu :
Islamisme yang memengaruhi paham dan sikap keagamaan sebagian peserta didik di sekolah perlu menjadi perhatian guru pendidikan agama Islam. Guru PAI di SMA harus berperan sebagai pengajar, mentor, pembimbing dan pendidik bagi peserta didik untuk mengembangkan paham dan sikap keagamaan yang terbuka, toleran dan nasionalis. Sebagai pengajar, guru PAI harus mampu melaksanakan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti semenarik mungkin. Dalam konteks demikian guru PAI harus menguasai beragam metode pembelajaran aktif, yang dikenal dengan active learning. Materi-materi ajar yang ada dalam buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti untuk kelas X-XII harus dikuasi sehingga guru PAI dapat mengajarkannya dengan baik, tetapi memang harus cermat karena ada sebagian materi ajar yang perlu dicernah sebaik mungkin sebelum diajarkan misalnya materi tentang sebab-sebab kemunduran Islam dan ajaran tentang jihad dalam Alquran-Hadis. Materi-materi yang tertuang dalam kedua tema itu perlu dikaji lebih dalam sebab penulis buku ajar PAI dan Budi Pekerti untuk kelas X-XII tampak tendensius, karena hanya melihat sebab kemunduran Islam dari perspektif gerakan pembaruan Islam.
Isu :
Tulisan ini mengulas bahwa pengaturan hak dan kewajiban hakim telah diatur dalam berbagai undang-undang dan peraturan pelaksanaannya, antara lain UU Kekuasaan Kehakiman, UU Peradilan Umum, UU Peradilan Agama, UU Peradilan Tata Usaha Negara, PP No. 94 Tahun 2012, dan Peraturan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor 02/PB/MA/IX/2012 dan Nomor 02/PB/P.KY/09/2012
Isu :
Tulisan ini mengungkapkan bahwa pengaturan terkait dengan pengangkatan dan
pemberhentian seorang hakim saat ini masih menjadi permasalahan,
hal ini dikarenakan masih adanya pengelolaan jabatan seorang hakim
yang mempunyai dua status yaitu sebagai pejabat negara dan pegawai
ASN. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan prinsip trias politica yang
seharusnya pembagian kekuasaan itu diikuti juga dengan kemandirian
kepegawaian dan kemandirian anggaran. Hal ini belum terjadi di
Indonesia, masih adanya campur tangan pihak eksekutif dalam sistem
organisasi di lembaga yudikatif dan legislatif.
Isu :
Peneliti mengungkapkan bahwa pembinaan hakim terhambat dengan
minimnya sarana dan prasarana pendidikan hakim, serta persoalan
anggaran yang memadai untuk pelaksanaan pendidikan hakim
tersebut. Kurangnya anggaran yang tersedia membatasi kesempatan
bagi hakim untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan, serta diklatdiklat
spesialisasi hakim.
Isu :
Tulisan ini mengungkapkan bahwa Fungsi
pengawasan merupakan salah satu faktor kunci untuk mengembalikan
kepercayaan publik kepada pengadilan. Mekanisme pengawasan
atas profesi hakim dilakukan oleh 2 (dua) lembaga yakni Mahkamah
Agung secara keseluruhan bersifat internal dan Komisi Yudisial secara eksternal melakukan pengawasan berdasarkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim serta laporan dari masyarakat. Implementasi pengawasan atas profesi hakim secara umum masih terdapat dualisme fungsi pengawasan antara Mahkamah Agung dengan Komisi Yudisial. Untuk menghindari ego sentris antar lembaga lebih baik antar kedua lembaga bekerja selaras dan seimbang berdasarkan konsep checks and balances terkait pengawasan terhadap hakim.
Isu :
Sri Nurhayati Qodriyatun
berupaya menelusuri jawab atas pertanyaan, “bagaimana pemerintah
Indonesia mendefinisikan, mengoperasikan, dan mengukur pembangunan
berkelanjutan dalam pembangunan nasional, terutama mengukur keberlanjutan
lingkungan hidup.” Analisis dilakukan dengan mengacu pada konsep
pembangunan berkelanjutan (sustainable development), yaitu menelaah
bagaimana hubungan manusia dengan lingkungan hidup, hubungan
lingkungan hidup dengan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, dan
bagaimana mengukur keberlanjutan suatu pembangunan dalam pembangunan
berkelanjutan, khususnya keberlanjutan lingkungan hidup. Melalui studi
literatur, kajian ini dilakukan.
Isu :
Suryani melakukan analisis deskriptif tentang perlunya
IKLH ditambahkan indikator keanekaragaman hayati, kesehatan lingkungan
dan kesehatan masyarakat agar kebih komprehensif menggambarkan
keberlanjutan lingkungan suatu kawasan.
Argumentasinya itu diuji coba di Gorontalo. Namun karena keterbatasan
data maka indikator keanekaragaman hayati tidak disertakan. Analisis Suryani
memperkuat argumentasi bahwa IKLH harus dilengkapi dengan 3 indikator
lainnya agar dapat mewakili kondisi kerberlanjutan lingkungan suatu
kawasan. Suryani melanjutkan kajiannya mencari hubungan kualitas
lingkungan terhadap pemenuhan dasar (Tabel 2.3 halaman 62). Studinya
bersasarkan persepsi masyarakat dengan menyebarkan kuesioner. Hasilnya
adanya korelasi positif antara kualitas lingkungan dan pemenuhan kebutuhan
dasar, kecuali kesehatan masyarakat yang berkorelasi negatif.
Isu :
Yuningsih menggunakan teori Blum, bahwa derajat
kesehatan masyarakat masih dipengaruhi oleh determinan lingkungan.
Walaupun saat ini telah terjadi transisi epidemiologi yaitu perubahan dominasi
beban penyakit pada masyarakat dari penyakit menular ke penyakit tidak
menular. Penyakit berbasis lingkungan masih banyak ditemui seperti infeksi
saluran pernafasan akut, diare, tuberkulosis dan lainnya.
Isu :
Tulisan pertama mengawali pembahasannya dengan kebijakan desentralisasi yang merupakan salah satu upaya Indonesia untuk meningkatkan pemerataan pembangunan. Diharapkan, melalui kebijakan ini daerah-daerah di seluruh Indonesia mampu meningkatkan program pembangunan bukan hanya diarahkan dari pusat tetapi lebih mengutamakan kebutuhan masyarakatnya.
Isu :
Tulisan ini membahas antara lain antara lain pembangunan regional, perkembangan kewenangan otonomi daerah, hubungan keuangan antara pusat dan daerah serta perkembangan kebijakan PAD dan perkembangan penerimaan daerah kurun waktu 2009 sampai dengan 2015.
Pendekatan yang digunakan terdiri dari pendekatan kuantitatif dan
kualitatif.
Isu :
Tulisan ini membahas membahas mengenai kebijakan
dan strategi Pemerintah Kota Tangerang dalam meningkatkan PADnya.
Pemilihan Kota Tangerang sebagai salah satu daerah penelitian
dilakukan berdasarkan hasil wawancara dengan Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan pada tahun 2016
yang menyampaikan bahwa Kota Tangerang merupakan salah satu
daerah yang dapat dijadikan contoh dalam meningkatkan PAD-nya.
Selain wawancara di atas, wawancara dengan Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah (Bappeda), Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah,
Dinas Pelayanan PBB dan BPHTB Kota Tangerang, serta akademisi
dari Universitas Pelita Harapan dan Universitas Indonusa Esa Unggul
juga dilakukan untuk menajamkan analisis temuan penelitian ini.
Isu :
Dari hasil kajian ini ditemukan bahwa Kota Bandung terus mengalami peningkatkan dalam PAD nya. Namun demikian masih terdapat permasalahan dalam peningkatan PAD. Pemerintah Kota Bandung perlu memikirkan solusi dimaksud dengan cara pembaruan basis data wajib pajak dan potensi pajak secara berkala, penguatan pemungutan pajak melalui penerapan teknologi dan informasi yang mendukung kinerja internal dan lintas fungsional, sosialisasi, peningkatan pelayanan pajak, dan penguatan hukum. Sedangkan untuk meningkatkan retribusi, Pemerintah Kota Bandung dapat melakukan Membangun sistem informasi dan pelaporan penyelenggaraan retribusi, menerapkan sistem pembayaran online, e-parking atau e-retribusi bekerja sama dengan Bank BPR, meningkatkan kinerja pelayanan, dan meningkatkan kompetensi SDM dalam penafsiran peraturan dan pemberian ijin maupun retribusi. Dengan demikian banyak pekerjaan rumah yang perlu dilakukan pemerintah kota ini dalam meningkatkan PAD agar lebih optimal dalam membiayai sendiri pembangunan di kotanya
Isu :
Tri Rini Puji Lestari, S.K.M., M.Kes. menyajikan tulisan
dengan judul: “Kebijakan Pengawasan Ketenagakerjaan terhadap Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (K3) di Perusahaan”. Dalam tulisan ini dikemukkan
bahwa saat ini masih banyak masalah ketenagakerjaan yang salah satunya
adalah masih kurangnya penerapan K3. Memang K3 seringkali dibicarakan
di berbagai seminar dan diskusi namun tidak disertai dengan konsep
implementasi yang jelas dan konkrit. Apa yang terjadi pada K3 ini terkait
dengan masalah pengawasan ketenagakerjaan yang memiliki banyak
keterbatasan, dan tentu saja hal ini akan berdampak pada hasil akhir
perusahaan.
Isu :
Sulis Winurini, S.Psi., M.Psi. menyajikan tulisan
berjudul “Penanganan terhadap Masalah Kesehatan Mental Pekerja di
Indonesia”. Dalam tulisan ini dikemukakan bahwa tempat kerja merupakan
salah satu lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan mental individu
secara keseluruhan. Ada berbagai faktor risiko lingkungan yang akan diterima
individu di tempat kerja, yaitu faktor kimia, biologi, fisik, ergonomi, dan
psikososial. Masalah kesehatan mental erat kaitannya dengan faktor
psikososial. Faktor psikososial di tempat kerja menjelaskan interaksi yang
dinamis antara faktor terkait pekerjaan, termasuk hal-hal di tempat kerja,
seperti lingkungan kerja, muatan tugas, kondisi organisasi, dengan faktor
manusia, seperti kapasitas, kebutuhan, dan harapan pekerja, budaya atau
kebiasaan pekerja, kepribadian pekerja, seperti persepsi dan pengalaman
pekerja. Berbagai faktor tersebut bisa bisa berdampak buruk jika tidak dikelola
secara seimbang baik oleh pekerja itu sendiri, perusahaan tempatnya bekerja,
maupun Pemerintah sebagai pembina dan pembuat kebijakan.
Isu :
Dinar Wahyuni, S.Sos, M.Si. menyajikan tulisan
berjudul “Revitalisasi Model Penanganan Pekerja Anak”. Dalam tulisan ini
dikemukakan bahwa meskipun telah ada berbagai peraturan yang melindungi
pekerja anak, pada kenyataannya masih ada pekerja anak yang mengalami
perlakuan yang berdampak buruk bagi perkembangannya seperti praktik
eksploitasi, jumlah jam kerja yang tidak sesuai aturan perundangan, dan
penempatan anak pada pekerjaan yang tidak sesuai dengan kondisi fisiknya.
Masalah pekerja anak memang suatu fenomena yang sulit terselesaikan secara
tuntas karena berkaitan dengan isu kemiskinan yang masih ada hingga kini.
Oleh karena itu, perlu dicari model penanganan pekerja anak yang tepat.
Isu :
Elga Andina S.Psi, M.Psi. menyajikan tulisan berjudul
“Urgensi Pengawasan Kesehatan Jiwa di Tempat Kerja (Studi di Provinsi
Aceh)”. Dalam tulisan ini dikemukakan pentingnya pengawasan kesehatan
jiwa di tempat kerja. Penulis mengemukakan bahwa kesehatan jiwa perlu
dijaga agar tidak mengganggu produktivitas pekerja. Pemberi kerja dan pekerja
perlu mendukung upaya kuratif dengan memberikan keleluasaan kepada
orang dengan masalah kejiwaan atau orang dengan gangguan jiwa untuk menjalani penatalaksanaan kondisi kejiwaannya tanpa diskriminasi. Artinya
ia tidak dapat secara semena-mena diambil haknya, misalnya dilakukan
pemutusan hubungan kerja secara sepihak atau mendapat perlakuan tidak
enak dari rekan kerja. Sedangkan upaya rehabilitatif di tempat kerja harus
difokuskan pada pemulihan fungsi sosial dan okupasional, yaitu dengan
bimbingan untuk kembali ke dunia kerja.
Isu :
Pada era Presiden Joko Widodo, pengelolaan keamanan perbatasan darat Indonesia-Malaysia di Provinsi Kalimantan Barat dan Kalimantan Utara, sudah berjalan dengan baik. Hal ini terbukti dari banyaknya upaya yang dilakukan baik oleh Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, seperti membangun beberapa Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia, melakukan kegiatan-kegiatan patroli untuk pengamanan. Adanya bangunan PLBN beserta aparat-aparat pemerintah yang bertugas di dalamnya, seperti aparat Bea Cukai (Custom), imigrasi (Imigration), karantina (Quarantine), dan keamanan (Security), merupakan suatu wujud “eksistensi/keberadaan” negara di kawasan perbatasan sehingga menambah posisi tawar Indonesia dalam kerja sama bilateral Indonesia dan Malaysia. Dengan demikian pergerakan ekonomi masyarakat di kawasan perbatasan Indonesia-Malaysia juga dapat meningkat. Tidak hanya itu saja, dengan adanya PLBN juga telah membuat tingkat kedisiplinan, ketertiban dan kepatuhan para pengguna Pas Lintas Batas menjadi lebih baik sehingga diharapkan ke depannya upaya penyelundupan pun dapat diminimalisir.
Isu :
Tulisan ini ketergantungan yang sangat tinggi dengan bantuan transfer pemerintah pusat untuk membiayai pemerintahan dan pembangunan di daerahnya. Hal ini salah satunya disebabkan berbagai permasalahan sehingga daerah belum optimal dalam melakukan pemungutan pajak. Permasalahan yang paling besar adalah masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya dan rendahnya kompetensi dan komposisi aparatur di daerah. Selain itu juga masih ada ketimpangan pajak antara pusat dan daerah yang tercermin dari jumlah seluruh penerimaan pajak daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota hanya sebesar 12,46% dari realisasi penerimaan pajak pemerintah pusat.
Isu :
Pembagian wewenang dan tanggung jawab untuk terlaksananya mekanisme pengelolaan keuangan dipegang oleh kepala daerah dan dilaksanakan oleh kepala satuan kerja. Agar terdapat sinergi antara undang-undang terkait pengelolaan keuangan dengan peraturan pemerintah, maka peraturan lebih bersifat umum dari segi prinsip, norma, asas, pelaksanaan, pelaporan dan pengawasan serta pertanggungjawaban. Sistem dan prosedur pengelolaan daerah secara
rinci ditetapkan oleh masing-masing daerah
Isu :
Tulisan ini membahas perhitungan kontribusi pajak daerah terhadap PAD Kota Bukittinggi pada periode tahun 2011-2015 diperoleh hasil kontribusi pajak daerah terhadap PAD daerah adalah baik, namun masih di bawah 50%. Kontribusi pajak daerah terhadap PAD pada tahun 2015 meningkat dibandingkan dengan kontribusi pajak daerah pada tahun 2011. Kontribusi pajak daerah pada tahun 2013 adalah yang paling kecil dari periode waktu 2011-2015, dan kontribusi pajak daerah yang terbesar pada tahun 2014. Hasil perhitungan kontribusi pajak daerah terhadap PAD pada periode 2011-2015 memerlukan perhatian dari Pemerintah Kota Bukittinggi untuk melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi pajak daerah
Isu :
Anih Sri Suryani membahas salah satu program
prioritas dari Pemerintahan Jokowi-JK, yaitu Dana Desa, yang bisa disebut
sebagai program nasional penopang TPB di Indonesia. Dalam “Pemanfaatan
Dana Desa untuk Peningkatan Kualitas Kesehatan Lingkungan,” Anih
menjelaskan pemanfaatan Dana Desa untuk peningkatan kualitas
pembangunan di pedesaan khususnya ditinjau dari peningkatan kualitas
kesehatan lingkungan. Hal ini menjadi penting karena peningkatan kulitas
hidup manusia, khususnya kesehatan adalah tujuan utama dari program Dana
Desa disamping tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena
itu, pembanguanan infrastruktur, fasilitas umum, sarana prasarana kesehatan
lingkungan dan lain sebagainya memang seharusnya mengarah pada
peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat. Secara bersamaan,
tujuan ini selaras dengan tujuan tentang TPB, khususnya tujuan ke-3 (tentang
kehidupan sehat dan sejahtera) dan ke-6 (tentang air bersih dan sanitasi).
Isu :
Teddy Prasetiawan memotret tentang
problematika dan dinamika pengelolaan sampah di Indonesia. Dalam
tulisannya “Identifikasi Masalah Pengoperasian TPA (Tempat Pembuangan
Akhir) Sampah yang Dibangun pada Tahun 2016,” ia menjelaskan bahwa
sampai saat ini perubahan pola pengelolaan sampah masih belum maksimal
Isu :
Mohammad Teja juga membahas tentang
persampahan. Hanya saja, Teja lebih memfokuskan pada subyek manusianya.
Dalam tulisanya “Budaya Pengelolaan Sampah pada Masyarakat: Perspektif
Sosiologis,” Teja menyatakan bahwa persoalan sampah bukan semata
persoalan teknis semata, tetapi ia adalah persoalan budaya dan pola perilaku
masyarakat terhadap sampah itu sendiri. Oleh karena itu, kunci dari
permasalahan sampah ini tidak lain adalah rekayasa perubahan perilaku baik
melalui kampanye, penyediaan sarana dan prasarana dan penegakan hukum
Isu :
Dinar Wahyuni menyoroti
isu permasalahan kesejahteraan di kalangan masyarakat nelayan. Sebagaimana
sudah menjadi pengetahuan publik, masyarakat nelayan, khususnya kelompok
nelayan tradisional atau nelayan kecil, banyak yang mengalami kesulitan
untuk melakukan lompatan kesejahteraan ekonomi, dan oleh karena itulah,
mereka menjadi sentral dari pembahasan tujuan pertama TPB. Mereka sering
terjebak dalam lingkaran patron-klien yang menyebabkan sulit bergerak untuk
mandiri dan mengembangkan usaha nelayan mereka. Dinar dalam “Pola
Hubungan Kerja Nelayan Muncar dalam Pempertahankan Hidup”
menggambarkan bagaimana para nelayan, dengan mengambil kasus nelayan
Muncar di Selat Bali, terjebak dalam lingkaran sosial patron-klien.
Isu :
A. Muchaddam Fahham menulis gabungan program yang dikelola oleh
lembaga pemerintah dan masyarakat. Dalam tulisannya “Peran Oraganisasi
Pengelola Zakat (OPZ) dalam Pelaksanaan Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan,” Fahham menjelaskan bagaiamana pemerintah (BAZNAS/
Badan Amil Zakat Nasional) dan masyarakat (LAZ/Lembaga Amil Zakat)
bisa bersinergi dan memainkan peran masing-masing dalam mewujudkan
TPB. Fahham menjelaskan bahwa konsep hukum Zakat sebenarnya sudah
sejalan dengan TPB dan oleh karena itu akan mempunyai peran yang
sangat strategis dalam mainstreaming TPB baik secara nasional dan lokal.
Sebagai contoh, bahwa salah satu kategori yang pertama dari target penerima
zakat adalah kaum fakir miskin.
Isu :
Tulisan ini membahas Pembangunan ekonomi akan menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang akan menjadi penggerak bagi pembangunan di segala bidang. Untuk itu pemerintah perlu memberi perhatian lebih pada sektor-sektor yang mampu menjadi akselerator pertumbuhan ekonomi. Salah satu sektor yang mampu mempercepat pertumbuhan dan berdampak luas pada perekonomian nasional adalah sektor industri. Salah satu industri yang berpotensi untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi negara berkembang seperti Indonesia adalah industri tekstil.
Isu :
Pemaparan di atas ingin menegaskan pentingnya inovasi bagi pertumbuhan industri TPT di tengah persaingan dan ketidakpastian global yang terus memengaruhi iklim usaha di Indonesia. Industri TPT menjadi andalan untuk mencapai tingkat kebutuhan sandang yang layak dan berkualitas bagi masyarakat Indonesia. Industri TPT membutuhkan dukungan baik dalam mengelola proses produksi maupun pertumbuhan pasar yang memadai. Pengelolaan proses produksi membutuhkan inovasi tiada henti, karena life cycle yang pendek dari produk tekstil. Untuk bisa menghasilkan inovasi tersebut, pelaku usaha membutuhkan iklim yang mendukung ke arah penguatan industri TPT yang inovatif.
Isu :
Tulisan ini membahas peran lembaga keuangan sebagai salah satu intitusi pendorong pertumbuhan investasi dan industri juga sangat diperlukan. Lembaga keuangan dapat memberikan dukungan dalam hal pemberian kredit dengan skema yang menarik atau kemudahan dalam pengajuan kredit bagi pengusaha TPT. Namun demikian, untuk meningkatkan portofolio pembiayaan perbankan pada industri TPT, dibutuhkan juga peran pemerintah di antaranya memberikan jaminan kredit pemerintah dan insentif kredit.
Isu :
Tulisan ini membahas Industri tekstil Indonesia harus mempersiapkan daya saing menghadapi persaingan internasional yang lebih ditekankan pada mutu produk dan efisiensi produksi. Upaya peningkatan mutu produk TPT dilakukan melalui sertifikasi produk TPT dan peningkatan kompetensi tenaga kerja. Oleh karena itu perlu didorong peningkatan dan pengembangan spesifikasi keterampilan dan kompetensi tenaga kerja pada industri tekstil, melalui institusi pendidikan, menggalakkan keikutsertaan industri mengikuti pameran (nasional dan internasional) untuk mengetahui mutu produk dan desain yang disukai pasar nasional dan internasional. Di samping itu dibutuhkan penguatan peran BUMN dalam perkembangan industri TPT, khususnya dalam penyediaan bahan baku bagi industri batik di seluruh wilayah Indonesia
Isu :
Rohani
Budi Prihatin menyoroti isu kekerasan seksual dari perspektif sosiologis dengan
merujuk pada praktik budaya yang melatarbelakanginya sampai dengan
tawaran solusi regulasi sebagai salah satu upaya pencegahannya. Penulis menyatakan
bahwa kasus kekerasan seksual terhadap perempuan (KSTP) umumnya
terjadi akibat dari timpangnya relasi kuasa antara laki-laki dan perempuan
dan juga dipengaruhi oleh faktor dan nilai budaya yang melingkupinya.
Kekerasan seksual cenderung terjadi pada budaya yang mengagungkan
superioritas laki-laki dan inferiornya perempuan. Dengan demikian, persoalan
ketimpangan relasi kuasa antara pelaku dan korban adalah akar kekerasan
seksual terhadap perempuan. Ketimpangan semakin diperparah ketika
pelaku memiliki kendali lebih terhadap korban. Kendali ini bisa berupa
pengetahuan, ekonomi, status sosial, dan modal sosial.